Tampilkan postingan dengan label Dunia Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dunia Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 April 2016

Mengajar Merupakan Suatu Perbuatan Yang Memerlukan Tanggung Jawab Moral Yang Cukup Berat


Berhasilnya  pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Zamroni(2000:74) mengatakan “Guru adalah kreator proses belajar mengajar. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji  apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya  dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa orientasi  pengajaran  dalam  konteks  belajar  mengajar  diarahkan untuk  pengembangan  aktivitas  siswa  dalam  belajar.
Gambaran  aktivitas  itu  tercermin  dari  adanya  usaha  yang  dilakukan  guru dalam kegiatan proses belajar mengajar yang memungkinkan siswa aktif belajar. Oleh karena itu mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan informasi yang sudah jadi dengan menuntut jawaban verbal melainkan suatu upaya integratif ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Dalam konteks ini guru tidak hanya sebagai penyampai informasi tetapi juga bertindak sebagai director and facilitator of learning.
Nasution (1982:8) mengemukakan kegiatan mengajar diartikan sebagai segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dengan demikian proses dan keberhasilan belajar siswa    turut ditentukan oleh peran yang dibawakan guru selama interaksi proses belajar mengajar berlangsung. Usman (1994:3) mengemukakan mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang terhadap kegiatan belajar mengajar.
Burton (dalam Usman, 1994:3) menegaskan “teaching is the guidance of learning activities”.  Hamalik (2001:44-53) mengemukakan, mengajar dapat diartikan sebagai (1) menyampaikan pengetahuan kepada siswa, (2) mewariskan kebudayaan kepada generasi muda, (3) usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, (4) memberikan bimbingan belajar kepada murid, (5) kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik, (6) suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari. Tardif (dalam Adrian, 2004) mendefinisikan, mengajar adalah any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner), yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar.
  Biggs (dalam Adrian,2004) seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu (1) Pengertian Kuantitatif.  Mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.  (2) Pengertian institusional.  Mengajar berarti  the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan dan kebutuhannya. (3) Pengertian kualitatif.  Mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri. Burton (dalam Sagala, 2003:61) mengemukakan mengajar adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.

Berdasarkan definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sehingga terjadi proses belajar. Aktivitas kompleks yang dimaksud antara lain adalah (1) mengatur kegiatan belajar siswa, (2) memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, dan (3) memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa.
Kegiatan Mengajar merupakan kegiatan pokok seorang guru yang tercakup dalam kegiatan PLP,secara luas mengajar dapat di artikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga proses belajar  memberikan petunjuk bahwa fungsi pokok seorang guru dalam mengajar adalah menyediakan suasana kondusif,sedang yang berperan aktif dalam kegiatan adalah siswanya dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah.dalam hal ini guru hanya membimbing dan menyediakan kondisi yang kondusif yang tidak terlepas dari komponen-komponen yang termasuk dalam keterampilan mengajar guru.

Contoh Identifikasi, Analisis dan Rumusan Masalah


1.    Identifikasi masalah                
Identifikasi masalah merupakan proses menemucirikan bukti-bukti adanya masalah dengan memaparkan apa yang ideal dan faktualnya. Beranjak dari latar belakang yang telah dibahas tadi, peneliti mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan, diantaranya:
a.    Pentingnya keterampilan  mengajar bagi para guru praktikan untuk  meningkatan kualitas pembelajaran
b.    Meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan mengoptimalisasikan keterampilan mengajar guru
c.    Kegitan PLP sebagai kegiatan untuk pelatihan dan pembinaan untuk menghasilkan tenga pendidik yang profesional.

2.    Analisis masalah
               Analisis masalah adalah kajian sementara untuk mengetahui penyebab timbulnya masalah,serta alternatif pemecahan masalah tersebut. Berdasarkan hasil identifikasi masalah,sesuai dengan pengertian analisis masalah dapat yang dapat di simpulkan adalah merosotnya kualitas pembelajaran karena rendahnya kualitas keterampilan guru dalam pembelajaran sehingga dibutuhkan suatu pelatihan untuk  meningkatkan kualitas interaksi pembejaran khususnya dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa bagi para calon tenaga pendidik atau guru praktikan

3.    Rumusan masalah
             Dengan memperhatikan identifikasi masalah di atas maka dapat
disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana ketrampilan mengajar guru praktikan saat ini?
2.      Bagaimana interaksi pembelajaran dan aktivitas belajar siswa dikelas
3.      Seberapa besar hubungan keterampilan mengajar guru dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas

Hubungan Keterampilan Mengajar Guru Praktikan PLP dengan Interaksi Belajar Siswa dalam Pembelajaran di Kelas


Pendidikan merupakan pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sikapnya.  Pendidikan formal adalah pendidikan di sekolah yang berlangsung secara teratur dan bertingkat mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Tujuan pendidik adalah untuk memperkaya budi pekerti, pengetahuan dan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan trampil dalam suatu bidang pekerjaan tertentu.
Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspek, baik aspek intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, terampil serta berkepribadian serta dapat berprilaku berdasarkan akhlak mulia. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujunya kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensi, baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang pada akhirnya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya maupun masyarakat.
 Perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat. Oleh karena itu pendidikan harus mampu memandang kearah yang luas mengenai peran-peran utama yang akan dimainkan oleh pedidikan dan pembelajaran dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.
 Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum, tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan siswa untuk belajar”. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru. Jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualiatas.
Sementara itu di lain pihak dalam pendidikan selalu terjadi proses belajar mengajar baik yang di sengaja maupun tidak di sengaja,disadari maupun tidak disadari.aktivitas pembelajaran pada  dasarnya merupakan interaksi antara guru dan murid,kualitas hubungan antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran sebagian besar di tentukan oleh pribadi pendidik dalam mengajar (teaching) dan murid  dalam belajar (learning). Hubungan tersebut mempengaruhi ketersediaan murid untuk melibatkan diri dalam kegiatan ini sehingga bila terjadi hubungan yang positif antara guru dan siswa, siswa akan bersungguh-sungguh masuk dalam kegiatan pembelajaran ini. Mengingat begitu pentingnya peranan hubungan ini dalam menentukan keberhasilan belajar siswa maka guru dituntut untuk mampu mencuptakan susasana yang kondusif  dalam pembelajaran. Dengan memperhatikan hal tersebut ini sangat berkaitan dengan tugas dan peran guru sebagai pendidik. Untuk itu guru harus dituntut untuk memiliki kemampuan yang optimal pengelolaan  pembelajaran dengan baik.pengelolaan dalam arti yang dibahas di sini yaitu pengelolaan terhadap sumber daya pendidikan. Di sini dituntut bagaimana kemampuan guru dalam mengelola sumber dayanya, yaitu siswa
Dalam rangka itu,perlu diselenggarakan sebuah Program Latihan Profesi (PLP) sebagai salah satu usaha dalam rangka menyiapkan  calon guru yang berkualitas khususya bagi mahasiswa UPI PGSD kampus tasikmalaya melalui kegiatan pelatihan, pembinaan secara propesional, bertanggungjawab, berdedikasi dan  berdisiplin dalam mengemban tugasnya kelak sebagai tenaga pendidik yang profesional. Program Latihan Profesi(PLP) merupakan bagian integral dari proses pendidikan pada jenjang S-1 kependidikan yang dimaksud untuk ,menyediakan pengalaman belajar kepada mahasiswadalam situasi nyata dilapangan dalam upaya mencapai kompetensi yang secara utuh telah ditetapkan oleh masing-masing program studi dilingkungan jalur pendidikan keguruan salah satunya UPI(Universitas Pendidikan Indonesia)
Dalam dunia pendidikan,guru memiliki tugas dan peranan penting sebagai seorang pendidik untuk mengembangkan kognitif ,afektif,,dan psikomotor peserta didiknya. Ketiga tugas tersebut harus terintegrasi menjadi satu kesetuan untuk itu guru dituntut harus memiliki kemampuan yang optimal dalam mengelola pembelajaran dalam arti disini bagaimana seorang guru harus mampu mengelola sumber daya nya yaitu siswa dengan menciptakan kegiatan belajar mengajar dan suasana yang kondusif di kelas dalam pembelajaran.

Contoh Penggunaan Model Cooperative Learning Type Stad Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Negara-Negara Asean Pada Pembelajaran IPS Di Kelas VI


Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya hasil belajar siswa pada pokok bahasan negara-negara Asean di kelas VI SDN 1 ........  Hal ini disebabkan : 1) Proses pembelajaran IPS materi Negara-negara Asean tidak dilaksanakan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas yang bermakna, sehingga pembelajaran yang tampak mencerminkan (teacher centered) dengan menjejali siswa materi-materi dengan menggunakan metode ceramah, 2) Dalam menjelaskan materi tidak menggunakan media yang relevan dengan materi sehingga materi yang disampaikan verbalistis, 3) Pembelajaran IPS materi Negara-negara Asean tidak direncanakan dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat mengembangkan aspek keterampilan sosial siswa dengan sesama temannya, 4) Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS materi Negara-negara Asean belum mencapai KKM yang ditentukan. Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru menggunakan model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat melakukan interaksi sosial dan berkomunikasi dengan sesamanya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran yang sesuai dengan gambaran tersebut adalah Model Cooperative Learning Type STAD. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Tindakan Kelas adaptasi dari model Kemmis dan M.C. Taggart yang terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus dari perencanaan, tindakan dan observasi serta refleksi. Penelitian ini dilakukan di Kelas VI SDN 1 ......., yang terdiri dari 15 orang siswa.  Berdasarkan hasil penelitian diketahui hasil observasi kinerja guru membuat RPP mengalami peningkatan pada siklus I 76% dan pada siklus II 92%. Dalam pelaksanaan pembelajaran juga ada peningkatan, yakni pada siklus I 75%, sedangkan pada siklus II 90%.  Hasil belajar siswa juga ada peningkatan yakni pada Siklus I 75%, sedangkan pada siklus II 91%, dan aktivitas siswa pada pembelajaran juga ada peningkatan siklus I 74% sedangkan pada siklus II 91%.Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Cooperative Learning Type  STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS tentang Negara-negara Asean. 


Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling utama dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Ini berarti tujuan pendidikan di sekolah tersebut akan tercapai bergantung pada bagaimana proses belajar itu dilaksanakan. Kegiatan belajar mengajar dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip khas yang edukatif, yaitu kegiatan yang berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian, dalam kegiatan belajar mengajar guru perlu memberikan motivasi kepada siswa untuk menggunakan haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar tetap berada pada diri siswa, dan guru hanya bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar secara berkelanjutan atau sepanjang hayat.
Hal ini berarti bahwa IPS terbentuknya dari persoalan manusia dan lingkungan alam fisik dan lingkungan sosial yang timbul, zaman sekarang atau masa yang akan datang. Untuk itu dalam pembelajaran perlu upaya guru dalam menggunakan berbagai pendekatan, model dan metode untuk membantu siswa memahami konsep ilmu pengetahuan. Di samping itu guru ditungtut supaya dapat mengatur lingkungan belajar yang mencakup tujuan pengajaran, bahan pengajaran, metodologi (metode dan media) pengajaran, dan penilaian pengajaran.
Pada pembelajaran IPS, guru di Sekolah Dasar harus sungguh-sungguh menaruh minat siswa terhadap IPS yang menjadi tanggung jawabnya. Keragu-raguan guru terhadap IPS dapat menimbulkan keraguan pada siswa, sehingga minat mereka tidak terbina. Sumaatmaja (2002, hlm. 45) mengemukakan bahwa kegagalan awal dalam merebut minat dan dorongan ingin tahu dapat menjadi kesalahan fatal pada pembelajaran IPS, yang dapat memposisikan IPS pada posisi kelas enam bila dibandingkan dengan pembelajaran lain Non IPS.
Dari hasil observasi di kelas VI SDN I ....... Kecamatan ....... diperoleh data tentang hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS dianggap  kurang maksimal.  Dari 21 orang siswa dikategorikan pandai sebanyak 5  orang, kategori sedang sebanyak 10 orang, dan kategori kurang sebanyak 6 orang, hanya 13  orang siswa yang mencapai KKM dan 8  orang siswa yang belum mencapai KKM.  Bahkan nilai rata-rata yang diperoleh hanya mencapai 4,23 jauh dari nilai KKM yang diharapkan yaitu 70 atau 70%. Ternyata  setelah dilakukan identifikasi masalah dalam pembelajaran IPS di kelas VI SDN I ......., ditemukan masalah terutama pada penyampaian materi yang kurang optimal sehingga hasil belajar siswa pada materi tersebut di bawah rata-rata kriteria ketuntasan minimum (KKM).  Inilah kenyataan yang ada dilapangan, cara mengajar konvensional seperti ini harus mulai ditinggalkan, karena terbukti tidak efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Rendahnya hasil belajar IPS perlu dikaji dari berbagai komponen pembelajaran, antara lain menyangkut guru, siswa, materi atau kendala-kendala yang dihadapi guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS di sekolah. Ruseffendi (1980, hlm. 5) mengatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya siswa belajar adalah kemampuan yang dimiliki seorang guru, cara belajar siswa, situasi pengajaran dan kondisi lingkungan.” Seorang guru yang profesional harus memiliki kemampuan dalam membantu siswa belajar. Salah satu kemampuan guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa yaitu guru harus senantiasa berupaya memahami dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, karena dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, seorang guru dihadapkan kepada keragaman karakteristik dan dinamika perkembangan siswa. Sebuah kelas pada umumnya bersifat heterogen, secara psikologis tidak ada dua individu yang sama, yang ada hanyalah keragaman.
 Selanjutnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran atau pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered)  sangatlah diperlukan karena dapat memberikan pengalaman baru yang bermakna bagi siswa dalam membangun pengetahuannya. Bahkan dalam pengetahuan sosial bukan hanya aspek kognitif saja yang dikembangkan, melainkan yang lebih penting lagi adalah bagaimana aspek keterampilan sosial siswa dapat berkembang dengan lebih optimal.
Berkaitan dengan sejumlah masalah yang dikemukakan di atas, salah satu solusi pemecahan masalah di atas diantaranya dengan menerapkan model pembelajaran  yang  penulis  anggap  paling  tepat  untuk  diterapkan  dalam  proses pembelajaran IPS yakni model Cooperative Learning.
Karakteristik yang dimiliki  setiap siswa berbeda satu dengan yang lainnya, maka dengan perbedaan itu digunakan untuk terjadinya komunikasi antara siswa yang mempunyai kemampuan lebih dengan siswa yang kurang. Dengan menggunakan model Cooperative Learning diharapkan siswa yang memiliki potensi lebih akan membantu siswa yang memiliki potensi biasa dan rendah. Bahkan siswa yang berpotensi lemah pun akan mempunyai keberanian untuk bertanya kepada teman sebayanya yang berpotensi lebih. Di sana akan terjadi komunikasi aktif dengan menggunakan bahasa anak yang akan lebih dapat dicerna dibandingkan dengan bahasa yang digunakan guru.  IPS merupakan mata pelajaran yang membina para siswa SD dan MI agar mereka dapat mengenal fenomena sosial mulai dari yang dekat dengan lingkungannya sampai dengan fenomena dunia. (Depdiknas, 2003, hlm. 7).
Penerapan Cooperative Learning type STAD merupakan salah satu pilihan dalam menentukan teknik dan strategi pembelajaran IPS. Cooperative Learning type STAD dipandang sebagai salah satu alternatip dalam memecahkan persoalan rendahnya mutu proses dan hasil pendidikan IPS. Sejalan dengan pendapat Lasmawan (1997, hlm. 25) dalam bukunya mengemukankan bahwa. “Penggunaan Cooperative Learning type STAD memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis”.
Bertolak dari latar belakang di atas, penulis tertarik dan berkeinginan mengadakan penelitian yang berjudul “Penggunaan Model Cooperative Learning Type STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Negara-Negara Asean Pada Pembelajaran IPS di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan ....... Kabupaten Ciamis   (Penelitian Tindakan Kelas pada Pembelajaran IPS di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan .......  Kabupaten Ciamis).”
Secara umum permasalahan penelitian adalah tentang usaha perbaikan kegiatan belajar mengajar, yang bertolak dari rendahnya hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS materi Negara-negara Asean. Berdasarkan uraian di atas masalah penelitian dapat dirumuskan dengan dalam bentuk pertanyaan. Bagaimana Penggunaan model Cooperative Learning type STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan .......  Kabupaten Ciamis?
Tujuan Penelitian adalah Meningkatkan hasil belajar siswa  dalam proses pembelajran IPS melalui  model Cooperative Learning Type STAD di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan .......  Kabupaten Ciamis.
Manfaat penelitian untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan kinerja siswa dalam pembelajaran IPS sehingga dapat belajar secara tuntas  menguasai kompetensi dasar yang diajarkan dan memiliki sikap sosial yang baik.
  Dalam kurikulum 2006  (2006, hlm.  149), “Pendidikan IPS di Sekolah Dasar, adalah mata pelajaran yang mempelajari tantang kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian Geografi, Antropologi, Tatanegara, dan Sejarah.”
Berdasarkan letak geografisnya, negara Indonesia berada di kawasan Asia Tenggara yang terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia serta diantara Samudra Fasifik dan Samudra Hindia. Dengan demikian yang termasuk negara tetangga adalah negara yang berada di Kawasan Asia Tenggara, yang meliputi Malaysia, Singapura, Brunai Darusalam, Filipina, Thailand, Myanmar, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Timor Leste. Negara tetangga Indonesia khususnya negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara bergabung dalam suatu perhimpunan yang disebut Asean (Association of South East Asian Nation). Asean dibentuk pada tanggal 18 Agustus 1967 dalam deklarasi bangkok yang ditandatangani di Bangkok Thailand oleh lima Menteri Luar Negeri Negara pendiri Asean.
Kata “Cooperative” menurut Ruskandi (2001, hlm. 28) adalah “mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain.”. Sedangkan Cooperative Learning menurut Hilda dan Margaret (2002, hlm. 70) adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dua orang atau lebih.
Melihat dari karakteristik yang dikemukakan di atas maka perlu adanya rancangan dan pelaksanaan model pembelajaran Cooperative Learning. Agar mendapat sesuatu yang lebih baik dalam belajar hendaknya dilakukan secara bersama-sama. Untuk menciptakan kebersaman dalam belajar, guru harus merancang program pembelajarannya dengan mempertimbangkan aspek-aspek kebersamaan siswa, sehingga mampu menciptakan suasana kegiatan belajar siswa yang aktif dan kreatif. Proses pembelajaran dalam model Cooperative Learning berdasarkan perancangan dan pelaksanaannya pada pemikiran pilosofis yaitu “Getting better together”. Artinya bahwa untuk mendapatkan sesuatu dalam belajar hendaknya dilakukan secara bersama-sama (dari awal sampai akhir langkah-langkah pembelajaran). Untuk menciptakan kebersamaan dalam belajar, guru harus merancang program pembelajarannya dengan mempertimbangkan aspek kebersamaan siswa sehingga mampu mengkondisikan dan mempormalisasikan kegiatan belajar siswa dalam interaksi yang aktif – interaktif dalam suasana kebersamaan bukan saja di dalam kelas tetapi juga di luar lingkungan sekolah.
Yang dimaksud Cooperative Learning type STAD (Student Teams Achievement Divisions) Menurut Slavin (1990), (Trianto, hlm. 2007: 52).
Cooperative Learning jenis STAD adalah salah satu jenis pembelajaran kelompok yang prosesnya melalui 5 tahapan, yaitu: 1) pengajaran oleh guru (pemberian materi secara demonstrasi, ceramah, eksperimen atau membahas buku teks), 2) kegiatan kelompok (membuat rangkuman atau kesimpulan dan persiapan tes), 3) pelaksanaan tes secara individu, 4) pengumpulan hasil tes dalam kelompok dan menghitung skor kelompok, dan 5) pemberian penghargaan kelompok unggul.

Inti dari STAD adalah guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri dari empat atau lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru.
Secara mendasar, pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya; memamfaatkan sumber-daya yang ada dipermukaan bumi; mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Singkatnya, IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat.  Dengan pertimbangn bahwa manusia dalam konteks sosial demikian luas, pengajaran IPS pada jenjang pendidikan harus dibatasi sesuai dengan kemampuan peserta didik.  Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah.Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik MI/SD. Sebagaimana telah dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai anggota masyarakat dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi (a) substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua lingkup pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat. Dengan kata lain, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam masyarakat tidak akan mencapai tujuannya.
Nuril Huda (1997, hlm. 110) menyatakan dalam Dasar-dasar Metodologi Penelitian bahwa asumsi adalah “anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan dan bertindak dalam melaksanakan penelitian.” Kebenaran asumsi adalah dianggap benar tanpa harus dibuktikan lebih dahulu,  dengan demikian penulis memperoleh pengertian bahwa asumsi adalah pemikiran yang didasarkan pada kebenaran yang diterima tanpa harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya.
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang hendak diuji kebenarannnya, hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi (2007, hlm.64) yang menyatakan pengertian “Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.” Berdasarkan pemikiran tersebut maka hipotesis tindakan yang dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut. “Jika guru dalam pembelajaran IPS tentang Negara-negara Asean dapat merancang, melaksanakan pembelajraan dan mengevaluasi dengan benar, melalui penggunaan model Cooperative Learning type STAD, maka hasil belajar siswa dapat meningkat”.
  Penelitian dilaksanakan di kelas VI Sekolah Dasar Negeri I ....... yang berada di UPTD Pendidikan Kecamatan ....... Kabupaten Ciamis Tahun Ajaran 2013/2014.
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPS tentang Negara-negara Asean yang terdiri-dari guru dan siswa yang berjumlah 21  orang yang terdiri dari 9  orang siswa laki-laki dan 12  orang siswa  perempuan.
Metode yang digunakan dalapenelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) model Kemmis dan MC. Taggart. Penggunaan model ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa model ini sederhana sehingga mudah dipahami oleh peneliti. Hal tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan kesulitan belajar pada mata pelajaran IPS materi Negara-neara Asean di kelas VI Sekolah Dasar Negeri I .......  Kabupaten Ciamis. Dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri dari beberapa tahap. Wardani, dkk (2003, hlm. 2.4) mengemukakan tahapan tersebut sebagai berikut : “Merencanakan, melakukan tindakan, mengamati dan refleksi”.
 Agar arah penelitian ini tampak jelas dan tidak menimbulkan pemahaman ganda maka definisi operasional dalam penelitian ini, penulis memberi batasan sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam kegiatan penelitian tindakan ini, Instrumen Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan lembar observasi yang terdiri dari :
1.                Lembar observasi perencanaan pembelajaran
2.                Lembar observasi kegiatan guru
3.                Lembar observasi kegiatan dan hasil belajar siswa
  Untuk keperluan   pengumpulan   data   yang berkaitan dengan tugas observer,    peneliti   bersama   peneliti    mitra   menentukan   teknik-teknik pengumpulan data yang diperlukan yaitu:
Observasi yang digunakan adalah observasi langsung sehingga dapat mengetahui keadaan sebenarnya di dalam kelas serta mengamati aktivitas guru dan siswa selama proses kegiatan belajar berlangsung. Melalui observasi ini, observer memberikan nilai terhadap kinerja guru merencanakan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning type STAD yang dilakukan oleh peneliti. Dengan demikian teknik observasi, instrumennya berupa lembar pengamatan.
Tes dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi Negara-negara Asean.
            Pelaksanaan  penelitian tindakan kelas dengan penerapan model pembelajaran Cooperative Learning Type STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang  Tiga negara Asean di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan .......  telah menghasilkan suatu perubahan dan peningkatan baik dari segi kinerja guru membuat RPP, kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran, hasil belajar siswa dan aktivitas belajar siswa sebagaimana yang diharapkan dalam tujuan penelitian.  Untuk membahas keberhasilan tindakan penelitian ini dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa tentang tiga negara Asean, dengan penerapan model pembelajaran Cooperative Learning Type STAD diuraikan sebagai berikut :
Perencanaan pembelajaran di buat oleh guru, untuk mengetahui keberhasilan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning Type STAD di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan ......., di nilai oleh observer dengan menggunakan instrumen observasi kinerja guru membuat RPP, perencanaan pembelajaran di setiap siklus diobservasi, selanjutnya direfleksi berbagai kekurangannya dan kelemahannya direvisi dan melengkapi kekurangannya sesuai saran dari obsever, sehingga perencanaan yang di buat guru berdasarkan hasil observasi mengalami perbaikan secara berkelanjutan dan peningkatan dari siklus I ke siklus II.
            Pelaksanaan pembelajaran IPS tentang tiga negara Asean, merupakan implementasi dari perencanaan pembelajaran yang dibuat, pelaksanaan pembelajaran tersebut di observasi oleh observer dengan menggunakan instrumen observasi kinerja guru dalam pembelajaran. Adapun hasil dari observasi pelaksanaan pembelajaran siklus I dan siklus II mengalami peningkatan yang sangat berarti, karena setiap siklus tindakan diperbaiki sesuai dengan hasil refleksi sehingga hasil observasinya terus mengalami peningkatan.
            Sejalan dengan peningkatan kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, kinerja siswa dalam kelompok dan hasil belajar siswa pun mengalami peningkatan, hal ini sesuai dengan hipotesis yang telah di rumuskan “Jika pembelajaran IPS dengan penerapan model Cooperative Learning type STAD tentang Tiga negara Asean, maka hasil belajar siswa dapat meningkat”    terbukti   setelah    dilaksanakan  tindakan pembelajaran siklus I dan siklus II hasil belajar siswa meningkat, dan dapat mencapai KKM yang telah di tentukan.  Berdasarkan hasil penelitian dan temuan di lapangan tentang Penerapan Model Cooperative Learning Type STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Tiga negara Asean pada Pembelajaran IPS di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan .......  Kabupaten Ciamis   (Penelitian Tindakan Kelas pada Pembelajaran IPS di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan ....... Kabupaten Ciamis).”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
Perencanaan pelaksanaan pembelajaran IPS di buat oleh peneliti sebelum pelaksanaan tindakan belum maksimal.  Hal ini dikarena perencanaan pembelajaran yang selama ini digunakan belum sepenuhnya mengacu pada kurikulum 2006 dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sosial dan budaya.  Sedangkan Perencanaan  pembelajaran tentang tiga negara Asean  melalui penggunaan Cooperative Learning Type STAD di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan .......  Kabupaten Ciamis dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta telah mencapai hasil yang diharapkan.  Perencanaan telah disusun  dengan berpedoman pada kompetensi, hasil belajar, dan indikator yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dan berdasar RPP yang sudah disusunsesuai dengan langkah-langkah penggunaan media benda-benda sekitar kelas  Keberhasilan dalam  menyusun perencanaan pembelajaran ditandai dengan berubahnya nilai yang dicapai pada setiap siklus yang semakin meningkat.
Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan sebelum tindakan tampak kurang optimal.  Karena model pembelajaran yang selama ini digunakan belum mengarah pada aktifitas siswa secara penuh, sehingga pembelajaran monoton dan membosankan sehingga berdampak pada hasil belajar mencapai nilai di bawah KKM yang telah ditetapkan.  Setelah dilakukan tindakan  tentang pelaksanaan pembelajaran tentang tentang tiga negara Asean  melalui penggunaan Cooperative Learning Type STAD di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan .......  Kabupaten Ciamis dan  RPP yang dibuat  sesuai dengan tujuan yang diharapkan,  di mana guru sudah melaksanakan dengan efektip dan meningkat dengan baik. Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran tentang tiga negara Asean  melalui penggunaan Cooperative Learning Type STAD di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan .......  Kabupaten Ciamis tiap siklusnya terlihat adanya peningkatan cukup signifikan. 
Hasil belajar siswa yang dicapai sebelum tindakan masih di bawah rata-rata KKM yang telah ditetapkan.  Karena pembelajaran yang salama ini lakukan kurang mendorong siswa memahami materi secara utuh dalam kelompok yaitu melalui tukar pikiran, tanya jawab, memecahkan masalah dan menyimpulkan.  Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning Type STAD di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan ....... Kabupaten Ciamis mengacu pada RPP yang telah disusun. Pelaksanaan pembelajaran sudah baik Hal ini ditunjukan dari aktivitas dan hasil belajar siswa tiap siklusnya mengalami peningkatan. Ini dampak dari perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning Type STAD.  Pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh guru telah memberikan dorongan bagi siswa untuk terlibat secara penuh dalam pembelajaran.  Siswa sudah memperlihatkan kemampuannya selama siklus I dan berlanjut ke siklus II.  Peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS tentang tiga negara  Asean di kelas VI SDN I ....... Kecamatan .......  Kabupaten Ciamis, memperoleh nilai kognitif pada siklus I nilai rata-rata sebesar 75 atau 75%, pada tindakan kedua sebesar 95,6 atau 95,6%, mengalami peningkatan 20,6%. Nilai afektif (aktivitas siswa) pada siklus I nilai rata-rata sebesar 74 atau 74%, pada tindakan kedua sebesar 95,6 atau 95,6%, mengalami peningkatan 21,6%. Hal ini dapat diartikan bahwa hasil belajar siswa tentang tiga negara Asean dapat ditingkatkan dengan penerapan model Cooperative Learning Type STAD.
Sesuai dengan kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat diungkapkan pada bagian ini. Saran-saran dimaksud adalah sebagai berikut :
Bagi Guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk mempertimbangkan penggunaan berbagai model pembelajaran khususnya penggunaan model Cooperative Learning Type STAD dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran IPS.
Bagi Kepala Sekolah, hasil-hasil penelitian tentang pembelajaran IPS dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa tentang tiga negara Asean dengan penerapan model Cooperative Learning Type STAD di Kelas VI SDN I ....... Kecamatan .......  Kabupaten Ciamis, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk memberikan keleluasaan pada guru dalam rangka merancang  rencana pembelajaran dengan menggunakan berbagai model pembelajaran khususnya melalui penggunaan model Cooperative Learning Type STAD.
Bagi peneliti selanjutnya di lembaga PGSD UPI, agar penelitian yang sudah dilaksanakan dapat ditindak lanjuti karena penelitian ini hanya membatasi pada upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS tentang tiga negara Asean di Kelas VI, melalui penerapan model Cooperative Learning Type STAD .
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi.  Jakarta : Pusat Kurikulum.
Hamalik,O. (2002). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Hilda, Karli dan Yuliaritiningsih Margaretha Sri. (2002). Implementasi  Kurikulum Berbasis Kompetensi Model-Model Pembelajaran 2. Bandung : Bina Media Informasi.
Iscak. (2008). Teori-Teori Belajar. Bandung : Erlangga.
Lie, A. (2005). Cooperative Learning. Jakarta : Gramedia Widiasarana Informatika.
Ruseffendi.  (1980).      Pengantar     Kepada    Pengembangan    Kompetensi     Guru   Matematika CBSA.  Bandung : Tarsito.
Ruskandi. ( 2001).  Strategi Belajar Mengajar.  Jakarta : Rineka Cipta.
Suharsimi, A dkk. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Sinar Grafika.
Suharto, Dkk. (1994). Ilmu Pengetahuan Sosial SD Untuk Kelas VI. Jakarta : Erlangga
Surya, M. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
Tim Dosen PGSD. (2005). Bahan Ajar Pendidikan IPS Sekolah Dasar. PGSD UPI Kampus Tasikmalaya.
Trianto.S. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pusataka.
Wahyudi. (2006). Pedoman Pembelajaran secara Kontekstual untuk Guru SD. Yogyakarta: Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Yogyakarta.
Winataputra. (2003). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Citra.
Wiriaatmadja. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.