Tampilkan postingan dengan label Makalah Akutansi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah Akutansi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 14 November 2014

Makalah Akutansi Etika Profesi Akuntansi


BAB I
PENDAHULUAN
Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika dapat dibagi menjadi beberapa pengertian Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik, desainer dll. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir adapun profesi memiliki beberapa karteristik antara lain:
1.        Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek.
2.        Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
3.        Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
4.        Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
5.        Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6.        Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
7.        Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
8.        Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9.        Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
10.     Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
11.     Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat
Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi,untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.


BAB  II
ETIKA PROFESI AKUNTANSI DIHADAPKAN
DENGAN PROFESI PENGAJAR/GURU TERHADAP KEPENTINGAN PUBLIK

1.1       Etika Profesi Akuntansi
Merupakan suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan. Dalam perkembangan Profesi Akuntan dibagi menjadi empat fase:
a.         Akuntan Publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan.
b.         Akuntan Pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada badan-badan pemerintah seperti di departemen, BPKP dan BPK, Direktorat Jenderal Pajak dan lain-lain.
c.         Akuntan Pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi yaitu mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi dan melakukan penelitian di bidang akuntansi.
d.         Akuntan Manajemen adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah penyusunan sistem akuntansi, penyusunan laporan akuntansi kepada pihak intern maupun ekstern perusahaan, penyusunan anggaran, menangani masalah perpajakan dan melakukan pemeriksaan intern.
Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Disamping itu, profesi akuntansi mendapat sorotan yang cukup tajam dari masyarakat. Hal ini seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan publik, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah. Oleh sebab itu, diperlukan adanya suatu etika profesi baik untuk profesi akuntansi dan etika untuk profesi-profesi lainnya supaya tidak ada lagi pelanggaran etika

1.2       Prinsip etika akuntasi terhadap “Kepentingan Publik”
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

1.3    Etika Profesi Guru
Merupakan suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Pendidik/guru. Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu kunci pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang. Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru, antara lain berikut ini.
1.      Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik  dalam berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
2.      Bersikap simpati dan melaksanakan kejujuran profesi baik secara pribadi maupun bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya
3.      Seorang guru harus saling menghormati dan menghargai sesama rekan seprofesinya, pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidik.
4.      Memahami dunia profesinya dan bersama-sama melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
5.      Dapat bekerja sama dengan BP3.

1.4    Prinsip etika guru terhadap “Kepentingan Publik”
         Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di daerah tempat guru tinggal. Sebagai guru agar proses fasilitasinya semakin bermutu dan untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran, ada dua hal yang sebaiknya dilakukan seorang guru.
a.         Penciptaan dan menataan suatu kondisi edukatif yang nyaman, aman, tenang dan tentram. Hal ini menyangkut relasi antara guru dan murid terutama dalam proses pembelajaran di kelas. Adanya suasana yang menyenangkan, akrab, penuh pengertian dan mau memahami sehingga murid merasakan bahwa dirinya telah dididik dengan penuh cinta dan tanggung jawab.
b.         Guru sebaiknya memiliki, memahami, menghayati dan mengimplementasikan perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total. Guru harus memiliki spirit sukses, roh keberhasilan dan motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Aktualisasi diri akan terlaksana melalui pekerjaan, karena bekerja (sebagai guru) adalah pengerahan energi biologis, psikologis, spiritual yang selain membentuk karakter dan kompetensi kita membuat sehat lahir batin sehingga dapat berkembang secara maksimal.
Tabel kode etik profesi akuntansi dan kode etik profesi guru dihadapkan pada ”Kepentingan Publik”
Kode Etik Akuntansi
Kode Etik Guru
Senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia/masyarakat Indonesia seluruhnya dan seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
Anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka kepada publik untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Guru bersama-sama melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan keseluruh lapisan masyarakat.
Menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme terhadap publik
Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Penerimaan tanggung jawab kepada publik
Menjaga hubungan baik dengan orangtua, murid dan masyarakat sekitar untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik
Guru berusaha memperoleh informasi tentang masyarakat peserta didik sebagi bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
Klien: Pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan serta pihak lain yang bergantung pada profesi akuntan
Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
Obyektifitas dan Integritas akuntan untuk menjaga berjalannya fungsi bisnis secara tertib
Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan calon guru sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya.
Tanggung jawab terhadap kepentingan publik
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional terhadap masyarakat didik.
Sikap dan tingkah laku dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Seorang guru harus saling menghormati dan menghargai sesama rekan seprofesi.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan prestasi tertinggi sesui dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesi guru.


BAB III
Penutup
1.1       Kesimpulan
Jadi persamaan dari kode etik adalah sama-sama suatu sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Dan perbedaan dari setiap kode etik suatu profesi setiap etika profesi mempunyai kode etik masing-masing dan tersendiri yang dibuat oleh badan yang mengatur etika profesi tersebut. Pelanggaran kode etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum, tapi pelanggaran kode etik akan diperiksa oleh majelis kode etik dari setiap profesi tersebut.
1.2       Saran
Harus ada lembaga yang berbeda-beda dalam menaungi berbagai profesi yang ada, dimana lembaga tersebut merupakan sekumpulan orang yang memiliki profesi yang sama dengan tujuan dapat menciptakan tatanan etik dalam pekerjaan. Dan semua lembaga-lembaga profesi tersebut harus memiliki tujuan yang satu yaitu mengutamakan profesionalitias dalam bekerja yang dilihat dari kepatuhan menjadikan kode etik profesi sebagai pedoman. Etika profesi akuntansi diatur oleh suatu badan atau organisasi yang bertanggung jawab di lingkup akuuntansi seperti Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI),Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sedangkan untuk etika profesi yang lain diatur oleh organisasi yang berbeda sesuai dengan profesinya masing-masing. Dari kedua profesi diatas sama-sama memiliki konsep tentang baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, bisa dan tidak bisa yang berlaku hanya pada suatu profesi tertentu.

Makalah Akutansi Agency Theory


I. Pendahuluan.

            Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (Conflict of Interest). 
            Pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara prinsipal dan agen dapat menimbulkan permasalahan yang dalam Agency Theory dikenal sebagai Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Ketergantungan pihak eksternal pada angka akuntansi, kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri dan tingkat AI yang tinggi, menyebabkan keinginan besar bagi manajer untuk memanipulasi kerja yang dilaporkan untuk kepentingan diri sendiri.
     Dengan adanya hal tersebut, dalam praktik pelaporan keuangan sering menimbulkan ketidak transparanan yang dapat menimbulkan konflik principal dan agen. Akibat adanya perilaku manajemen yang tidak transparan dalam penyajian informasi ini akan menjadi penghalang adanya praktik GCG (Good Corporate Governance) pada perusahaan-perusahaan karena salah satu prinsip dasar dari GCG adalah Transparency (keterbukaan).
            Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa dalam rangka menegakan prinsip GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya prinsip transparasi dan akuntabilitas,penyajian informasi akuntasi yang berkualitas dan lengkap dalam laporan tahunan sangat diperlukan. Hal ini akan memberikan manfaat yang optimal bagi pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Untuk itu dalam uraian berikut ini akan dibahas tentang Agency Theory sebagai awal timbulnya isu tentang Good Corporate Governance (GCG), kemudian Good Corporate Governance beserta prinsip-prinsip yang melandasi dan peran akuntan dalam menegakkan prinsip GCG di Indonesia. Konsepsi CG dalam bahasan ini didasarkan sudut pandang organisasi perusahaan privat sebagai open system. Burrel dan Morgan (1979) menyatakan bahwa suatu organisasi mempunyai fungsi yang sama dengan organisme yang berhadapan dengan lingkungannya. Untuk dapat bertahan hidup,organisasi tersebut harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana organisasi tersebut berada (misal budaya masyarakat,pemerintah,aturan dan regulasi lainnya)

II. Bahasan Agency Theory

            Pemilik atau pemegang saham sebagai prinsipal,sedangkan managemen sebagai agen. Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak agar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah diamanahkan oleh prinsipal kepadanya.
            Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan,return maupun resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal bila kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara prinsipal dan agen yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen. Inti dari Agency Theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 1997).
Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 buah asumsi yaitu:
(a) Asumsi tentang sifat manusia
            Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion).
(b) Asumsi tentang keorganisasian
            Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen.
(c) Asumsi tentang informasi.
            Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjual belikan.

            Baik prinsipal maupun agen, keduanya mempunyai bargaining position. Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh, namun agen tidak mempunyai wewenang mutlak dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan yang bersifat strategis, jangka panjang dan global. Hal ini disebabkan untuk keputusan-keputusan tersebut tetap menjadi wewenang dari prinsipal selaku pemilik perusahaan.
            Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang prinsipal dan agen yang berbeda saling bertolak belakang namun saling membutuhkan ini, mau tidak mau dalam praktiknya akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik menarik pengaruh dan kepentingan antara satu sama lain. Apabila agen (yang berperan sebagai penyedia informasi bagi prinsipal dalam pengambilan keputusan) melakukan upaya sistematis yang dapat menghambat prisipal dalam pengambilan keputusan strategis melalui penyediaan informasi yang tidak transparan, sedang di lain pihak prinsipal selaku pemilik modal bertindak semaunya atau sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak yang paling berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak terbatas, maka kemudian yang terjadi adalah pertentangan yang semakin tajam yang akan menyebabkan konflik yang berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomik (homo economicsus) yang berperilaku ingin memaksimalkan kepentingannya masing-masing.
Dalam konsep Agency Theory, manajemen sebagai agen semestinya on behalf the best interest of the shareholders, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan manajemen hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan utililitas. Manajemen bisaa melakukan tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut dengan Agency Problem yang salah satunya disebabkan oleh adanya Asimmetric Information.
            Asimmetric Information (AI), yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Dalam hal ini prinsipal seharusnya memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam mengukur tingkat hasil yang diperoleh dari usaha agen, namun ternyata informasi tentang ukuran keberhasilanyang diperoleh oleh prinsipal tidak seluruhnya disajikan oleh agen. Akibatnya informasi yang diperoleh prinsipal kurang lengkap sehingga tetap tidak dapat menjelaskan kinerja agen yang sesungguhnya dalam mengelola kekayaan prinsipal yang dipercakan kepada agen.
            Akibatnya adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat menimbulkan 2 (dua) permsalahan yang disebabkan adanya kesulitan prisipal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah :


(a)     Moral Hazard

                        Yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.

(b)    Adverse Selection

                        Yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.

            Adanya agency problem di atas, menimbulkan biaya keagenan (agency cost), yang menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari :

(a)     The monitoring expenditures by the priciple

                        Biaya monitoring dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor prilaku agen, termasuk juga usaha untuk mengendalikan (control) perilaku agen melalui budget restriction, compensation policies.

(b)    The bonding expeditures by the agent.

                        The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk menjamin bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan.

(c)     The residual loss

                        Merupakan penurunan tingkat kesjahteraan prinsipal maupun agen setelah adanya agency relationship.


            Dari penambahan diatas, bila dibuatkan ringkasan tentang asumsi dan penerapan agency theory dalam organisasi akan tampak dalam label 1 dibawah ini :

Tabel 1. Asumsi Dasar dalam Agency Theory

Asumsi Manusia
:  Homo Economicus, yang memaksimalkan utilitasnya
Model Perilaku
:  Self serving behavior
Fakta Penerapannya
:  Prinsipal dan agen cenderung menerapkan tujuan secara kaku (rigid)
Akibat yang timbul
:  Conflict of Interest
Konsekuensi
:  Timbul agency cost dalam mengawasi kinerja manager / agen
Pemecahan
:  Sharing rule antara prinsipal dan agen perlu dibuat
Reward
:  Ekstrinsik, yaitu komoditi berwujud dan bisa dipertukarkan dan memiliki nilai pasar yang bisa diukur
Asumsi Informasi
:  Sebagai komoditi yang dapat diperjual belikan


III. Aplikasi Agency Theory pada Pengelolaan Perusahaan.

            Konsep pemisahan antara kepemilikan (ownership) para pemegang saham dan pengelolaan (management) para agen atau manger dalam perusahaan telah menjadi kajian sejak tahun 1930-an. Manajemen perusahaan publik yang besar biasanya bukan pemilik. Bahkan sebagaian besar manjemen puncak (top mangement) hanya memiliki saham nominal dalam peerusahaan yang mereka kelola.
            Bila dilihat dari perkembangan teori perusahaan dan hubungannya dengan kebutuhan GCG, dari perspektif Agency Theory, Tabel 2 berikut ini menunjukan perkembangan akan kebutuhan GCG pada teori korporasi klaasik.modern,dan post-modern.

Tabel 2. Perkembangan Teori Korporasi dan Implikasinya Terhadap
Good Coorperate Governance
TEORI KORPORASI KLASIK
TEORI KORPORASI MODERN
TEORI KORPORASI POST-MODERN

KARAKTERISTIK :
1.Perusahaan dengan single majority shreholders.

2.Prinsipal merangkap sebagai agen.

3.Keseimbangan kepentingan antara prinsipal dan agen tidak penting.

KARAKTERISTIK :
1.Perusahaan dengan banyak pemegang saham, namun masih ada kepemilikan mayoritas.

2.Fungsi Prinsipal dan Agen mulai terpisah.

3.Meskipun pemilik mayoritas masih memiliki otoritas yang besaar, kepentingan pemegang saham minoritas sudah diperhatikan.

KARAKTERISTIK :
1.Perusahaan dengan banyak pemegang saham, dan tidak ada kepemilikan mayoritas.

2.Sulit untuk mengidentifikasi the true principal.

3.Prinsipal umumnya tidak atau kurang memahami bisnis.

4.Agen memiliki pengaruh yang besar dalam menjalankan perusahaan.

5.Terjadi ketidakseimbangan kepentingan (conflict of interest).


IMPLIKASI:
Aspek Good Corporate Governance tidak diperlukan.

IMPLIKASI :
Aspek Good Corporate Governance mulai diperlukan.

IMPLIKASI :
Aspek Good Corporate Governance sangat diperlukan.

           



            Dalam uraian diatas tentang Agency Theory diatas disebutkan bahwa adanya perilaku dari manager/agen untuk bertindak hanya untuk menguntungkan dirinya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak lain/pemilik, dapat terjadi karena manjer mempunyai informasi yang lengkap mengenai perusahaan, sedangkan informasi tersebut tidak dimilki oleh pemilik perusahaan (dalam hal ini timbul Asymmetric Information atau AI).
            Adanya AI dan Self Serving Behavior pada manager/agen, memungkinkan mereka untuk mengambil keputusaan dan kebijakan yang kurang bermanfaat bagi perusahaan. Adanya kondisi ini menimbulkan tata kelola perusahaan yang kurang sehat karena tidak adanya keterbukaan dari manajemen untuk mengungkapkan hasil kinerjanya kepada prinsipal sebagai pemilik perusahaan. Agency Theory menganalisis dan mencari solusi atas dua permasalahan yang muncul dalam hubungan antara para prinsipal (pemilik/pemegang saham) dan agen (manajemen).

 IV. Kesimpulan

            Agency theory merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Dalam Agency Theory mengenal adanya Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen.

            Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prisipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanat oleh prinsipal kepadanya.
            Inti dari Agency Theory ( Teori Keagenan) adalah pendesainan kotrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan.
Agency Theory memiliki 3 landasan asumsi :
a.  Asumsi tentang sifat manusia
b.  Asumsi tentang keorganisasian
c.  Asumsi tentang informasi
 
V. Daftar Pustaka

Arifin, Drs.M.Com.(hons,),Akt.Ph.D. (2005) ’ Tinjauan Perspektif Teori Keagenan (Agency Theory) ‘. Pidato Pengusulan Jabatan Guru Besar. Universitas Diponegoro. Semarang.

www. wikipedia.co.id ‘ Agency Theory ‘

Soegiharto. (2005). ‘ Peran Akuntan Dalam Menegakkan Good Corporate Governance’ Auditor. Edisi 18. Hal. 38 – 41.