Tampilkan postingan dengan label Makalah Olahraga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah Olahraga. Tampilkan semua postingan

Jumat, 14 November 2014

Makalah Atletik Lompat Jauh


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Dalam kehidupan modern manusia tidak dapat dipisahkan dari olahraga, baik sebagai arena adu prestasi maupun sebagai kebutuhan untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat. Olahraga  mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui olahraga dapat dibentuk manusia yang sehat jasmani,  rohani serta mempunyai kepribadian, disiplin, sportifitas yang tinggi sehingga pada akhirnya akan terbentuk manusia  yang berkualitas. Suatu kenyataan yang bisa diamati dalam dunia olahraga, menunjukkan kecenderungan adanya peningkatan prestasi olahraga yang pesat dari waktu kewaktu baik ditingkat daerah, nasional maupun internasional.  Hal ini dapat dilihat dari pemecahan-pemecahan rekor yang terus dilakukan pada cabang olahraga tertentu, penampilan tehnik yang efektif dan efisien dengan ditunjang oleh kondisi fisik yang baik.
Dengan  adanya  kecendrungan  prestasi  yang  meningkat,  maka  untuk berpartisipasi dan bersaing antar atlet dalam kegiatan olahraga prestasi harus dikembangkan kualitas fisik, tehnik, psikologi dan sosial yang dituntut oleh cabang olahraga tertentu. Oleh karena  itu melalui pengembangan dan pembinaan di masyarakat, olahraga wajib diajarkan  di sekolah-sekolah dari sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat pertama sampai dengan sekolah tingkat menengah.
Dalam lompat jauh terdapat beberapa macam gaya atau sikap badan pada saat melayang di udara. Soegito dkk (1994 :  143) menyebutkan ada tiga cara sikap melayang yaitu: 1) gaya jongkok (waktu melayang bersikap jongkok), 2) gaya lenting (waktu di udara badan dilentingkan), dan 3) gaya jalan di udara (waktu melayang kaki bergerak seolah-olah berjalan di udara). Gaya lompat jauh yang paling sederhana untuk diajarkan pada pemula seperti siswa di SD adalah lompat jauh gaya jongkok. Tehnik lompat jauh gaya jongkok termasuk yang paling sederhana di banding dengan gaya yang lain.
Untuk  mencapai  prestasi  yang baik di dalam lompat jauh perlu didukung
dengan latihan yang baik melalui pendekatan-pendekatan ilmiah dengan melibatkan berbagai ilmu pengetahuan. Kaitannya dengan latihan untuk mencapai prestasi ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan. Unsur tersebut menurut M. Sajoto (1988 : 15)  diantaranya adalah: 1) unsur fisik yang lebih popular dengan kondisi fisik, 2) unsur tehnik, 3) unsur mental, 4) unsur kematangan juara. Dari keempat unsur tersebut, ialah satu unsur yang merupakan faktor utama yaitu kondisi fisik, seperti pendapat dari Depdiknas (2000 : 101) bahwa salah satu unsur atau faktor penting untuk meraih suatu prestasi dalam olahraga adalah kondisi fisik, disamping penguasaan tehnik, taktik dan kemampuan mental.  

B.            TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Atletik yang dibimbing oleh Bapak Ahmad Atiq, M.Pd.
   
C.           MANFAAT
Makalah ini diharapkan dapat berguna :
1.       Sebagai masukan bagi guru-guru Penjaskes dan pembina maupun pelatih olahraga dalam upaya memberikan latihan fisik khususnya untuk meningkatkan kemampuan power dalam lompat jauh
2.       Sebagai langkah awal bagi pengembangan dan peningkatan proses belajar untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh.
3.       Sebagai bahan referensi pada makalah lebih lanjut.   




BAB II
PEMBAHASAN
A.           Atletik
Dalam  dunia  olahraga,  dikenal  banyak sekali cabang olahraga, antara lain
adalah atletik, permainan, senam dan beladiri. Dari keempat cabang olahraga tersebut, atletik mempunyai peranan  penting, karena gerakan-gerakannya merupakan gerakan dasar bagi cabang olahraga lainnya. Atletik menurut Aip Syarifuddin (1992 :2) berasal dari bahasa Yunani, yaitu  Athlon  yang artinya pertandingan, perlombaan, pergulatan  atau perjuangan, sedangkan orang yang melakukannya dinamakan  Athleta (Atlet). Dengan demikian dapatlah dikemukakan, bahwa atetik adalah salah  satu cabang yang dipertandingkan atau diperlombakan yang meliputi atas nomor-nomor jalan, lari, lompat dan lempar. 
 Atletik  merupakan  dasar  untuk  melakukan  bentuk-bentuk  gerakan  yang terdapat didalam cabang olahraga yang lainnya. Dengan mengikuti kegiatan latihan atletik, akan dapat diperoleh  berbagai pengalaman yang sangat berguna dan bermanfaat bagi kehidupan, karena didalam melakukan kegiatan atletik akan dilatih kekuatan, kecepatan, kelentukan, kelincahan, ketepatan, daya tekan, koordinasi gerak, keuletan, kedisiplinan dan percaya diri serta bertanggung jawab (Aip Syarifuddin dan Muhadi, 1992/1993 : 60).
Dalam cabang olahraga atletik ada empat nomor  lompat yaitu nomor lompat jauh, lompat jangkit, lompat tinggi dan lompat tinggi galah. Lompat jauh merupakan salah satu nomor atletik yang wajib diajarkan di SD, SMP dan SMA.
B.            Lompat Jauh
Lompat  jauh  merupakan  salah  satu nomor lompat dari cabang olahraga atletik. Lompat jauh menurut Aip Syarifuddin (1992 : 90) didefinisikan sebagai suatu bentuk gerakan melompat, mengangkat kaki keatas kedepan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin diudara (melayang diudara) yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya.
Lompat jauh merupakan suatu gerakan melompat menggunakan tumpuan satu kaki untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya. Sasaran dan tujuan lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan sejauh mungkin kesebuah letak pendaratan atau bak lompat. Jarak lompatan diukur dari papan tolakan sampai batas terdekat dari letak pendaratan yang dihasilkan oleh bagian tubuh. Menurut Engkos Kosasih (1985:67) bahwa yang menjadi tujuan lompat jauh adalah mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya yang mempunyai empat unsur gerakan yaitu : awalan; tolakan; sikap badan di udara; sikap badan pada waktu jatuh atau mendarat. Dalam hal yang sama Yusuf Adisasmita (1992:65) berpendapat bahwa keempat unsur ini merupakan suatu kesatuan, yaitu urutan gerakan lompat yang tidak terputus.
Dalam lompat jauh terdapat beberapa macam gaya yang umum dipergunakan oleh para pelompat, yaitu : gaya jongkok, gaya menggantung atau disebut juga gaya lenting dan gaya jalan di udara. Perbedaan antara gaya lompatan yang satu dengan yang lainnya, ditandai oleh keadaan sikap badan si pelompat pada waktu melayang di udara (Aip Syarifuddin, 1992 : 93). Jadi mengenai awalan tumpuan /  tolakan dan cara melakukan pendaratan dari ketiga gaya tersebut pada prinsipnya sama. Salah satu gaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya jongkok. Disebut gaya jongkok karena gerak dan  sikap sewaktu badan berada diudara seperti orang jongkok ( Tamsir Riyadi, 1985: 98).
Untuk memperoleh  hasil  yang  optimal dalam lompat jauh selain pelompat harus memiliki kondisi fisik yang baik, juga harus memahami dan mengusai tehnik untuk melakukan gerakan lompat  jauh tersebut. Bernhard (1993 : 45) menyatakan bahwa unsur-unsur dalam mencapai prestasi lompat jauh yang maksimal adalah: 1) faktor kondisi fisik terutama kecepatan tenaga lompatan dan tujuan yang diarahkan pada ketrampilan, 2) faktor tehnik ancang-ancang, persiapan dan perpindahan fase melayang dan pendaratan.
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dalam lompat jauh terkandung unsur-unsur kondisi fisik yang meliputi : kecepatan, tenaga ledak otot tungkai yang mengarah pada ketrampilan.

C.           Teknik Lompat Jauh
Lompat  jauh  mempunyai  empat  fase  gerakan,  yaitu  awalan,  tolakan, melayang dan mendarat serta terdapat tiga macam gaya yang membedakan antara gaya yang satu dengan gaya yang lainnya pada saat melayang diudara. Uraian mengenai keempat fase gerakan dalam lompat jauh adalah sebagai berikut:
a.    Awalan
Awalan  adalah  langkah  utama yang diperlukan oleh pelompat untuk memperoleh kecepatan pada waktu akan melompat. Seperti dikatakan Aip Syarifuddin (1992 : 90) awalan merupakan gerakan permulaan dalam bentuk lari untuk mendapatkan kecepatan pada waktu akan melakukan tolakan (lompatan). Jarak awalan yang biasa dan umum digunakan oleh para pelompat (atlet) dalam perlombaan lompat jauh adalah : 1) untuk putra antara 40 m sampai 50 m; 2) untuk putri antara 30 m sampai dengan 45 m. Akan tetapi di dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, terutama di SD hendaknya disesuaikan dengan kemampuan anak-anak SD. Misalnya antara 15 m sampai 20 m atau antara 15 m sampai 25 m. Menurut Engkos kosasih (1985 : 67) awalan harus dilakukan dengan secepat-cepatnya serta jangan merubah langkah pada saat melompat. Menurut Aip Syarifuddin  (1992  : 91) agar dapat menghasilkan daya tolakan yang besar, maka langkah dan awalan harus dilakukan dengan mantap dan menghentak-hentak (dinamis step). Untuk itu dalam melakukan lari awalan, bukan hanya kecepatan lari saja yang dibutuhkan, akan tetapi ketepatan langkah juga sangat dibutuhkan sebelum melakukan tolakan.
b.    Tumpuan atau Tolakan
Tumpuan  atau  tolakan  adalah  gerakan menolak sekuat-kuatnya dengan kaki yang terkuat, yaitu meneruskan kecepatan horizontal ke kekuatan vertical yang dilakukan secara cepat. Menurut Engkos  Kosasih (1985 : 67) tolakan yaitu menolak sekuat-kuatnya pada papan tolakan dengan kaki terkuat ke atas (tinggi dan ke depan). Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa melakukan tolakan berarti jarak merubah kecepatan horizontal menjadi kecepatan vertical.
Mengenai tolakan, Soedarminto dan Soeparman (1993 : 360) mengemukakan sebagai berikut : untuk membantu tolakan ke atas, lengan harus diayun ke atas dan kaki yang melangkah diayunkan setinggi  mungkin (prinsipnya adalah bahwa momentum dari bagian dipindahkan kepada keseluruhan). Ayunan kaki ke atas mengunci sendi panggul karena kerjanya Ligamenta iliofemoral. Oleh karena itu lutut kaki tumpu harus sedikit ditekuk, seperti pada gambar 1.
Pada waktu menumpu seharusnya badan sudah condong kedepan, titik berat badan harus terletak agak dimuka titik sumber tenaga, yaitu kaki tumpu pada saat pelompat menumpu, letak titik berat badan ditentukan oleh panjang langkah terakhirsebelum melompat (Yusuf Adisasmita, 1992 : 67-68).
Dikatakan  pula  oleh  Soegito dkk (1994 : 146) cara bertumpu pada balok tumpuan harus dengan kuat, tumit bertumpu lebih dahulu diteruskan dengan seluruh telapak kaki, pandangan mata tetap lurus kedepan agak ke atas.
c.    Melayang di Udara
Sikap melayang adalah sikap setelah gerakan  lompatan dilakukan dan badan sudah terangkat tinggi keatas. Menurut Aip Syarifuddin (1992 : 92/93) sikap dan gerakan badan di udara sangat erat  hubungannya dengan kecepatan awalan dan kekuatan tolakan. Karena pada waktu pelompat lepas dari papan tolakan badan si pelompat akan dipengaruhi oleh suatu kekuatan yaitu gaya gravitasi (gaya penarik bumi).
Untuk itu, kecepatan lari awalan dan kekuatan pada waktu menolak harus dilakukan oleh pelompat untuk mengetahui daya tarik bumi tersebut. Dengan demikian jelas bahwa pada nomor lompat jauh kecepatan dan kekuatan sangat besar pengaruhnya terhadap hasil tolakan. Tetapi, dengan mengadakan suatu perbaikan bentuk dan cara-cara melompat serta mendarat, maka akan memperbaiki hasil lompatan. Perubahan dan perbaikan bentuk tersebut dinamakan “gaya lompatan” yang sifatnya individual. Pada nomor lompat (khususnya lompat jauh) perubahan bentuk akan gaya-gaya  lompatan itu tidak akan mempengaruhi parabola dari titik berat badan, tetapi berguna untuk menjaga keseimbangan serta pandaratan yang lebih baik.
Menurut Engkos Kosasih (1985 : 67) sikap badan di udara adalah badan harus diusahakan melayang selama mungkin di udara serta dalam keadaan seimbang. Dalam hal yang sama Yusuf Adisasmita (1992 : 68) berpendapat bahwa pada waktu naik, badan harus dapat ditahan dalam keadaan sikap tubuh untuk menjaga keseimbangan dan untuk memungkinkan  pendaratan lebih sempurna. Kalaupun mengadakan gerak yang lain harus dijaga agar gerak selama melayang itu tidak menimbulkan perlambatan. Pada lompat jauh, waktu melayang di udara berprinsip pada 3 hal sebagai berikut : 1) bergerak ke depan semakin cepat semakin baik: 2) menolak secara tepat dan kuat; 3) adapun gerakan yang dilakukan selama melayang di udara tidak akan menambah kecepatan gerak selama melayang dan hanya berperan untuk menjaga keseimbangan saja.
Cara melakukan  lompat  jauh gaya jongkok menurut Aip Syarifuddin (1992 : 93) pada waktu lepas dari tanah (papan  tolakan) keadaan sikap badan di udara jongkok dengan jalan membulatkan badan  dengan kedua lutut ditekuk, kedua tangan ke depan. Pada waktu akan mendarat kedua kaki dijulurkan ke depan kemudian mendarat pada kedua kaki dengan bagian tumit lebih dahulu, kedua tangan ke depan. Untuk lebih jelasnya, sikap badan di udara.
Pada prinsipnya sikap badan diudara bertujuan untuk berada selama mungkin diudara menjaga keseimbangan tubuh dan untuk mempersiapkan pendaratan. Sehubungan dengan itu diusahakan jangan sampai menimbulkan perlambatan dari kecepatan yang telah dicapai. Dengan demikian tubuh akan melayang lebih lama.  
d.   Mendarat
Mendarat  adalah sikap jatuh dengan posisi kedua kaki menyentuh tanah secara bersama-sama dengan lutut  dibengkokkan dan mengeper sehingga memungkinkan jatuhnya badan kearah depan. Seperti dikatakan Yusuf Adisasmita (1992 : 68) pada saat mendarat titik berat badan harus dibawa kemuka dengan jalan membungkukkan badan hingga lutut hampir merapat, dibantu pula dengan juluran tangan kemuka. Pada waktu mendarat ini lutut dibengkokkan sehingga memungkinkan suatu momentum membawa badan ke depan di atas kaki. Mendarat merupakan suatu gerakan terakhir dari rangkaian gerakan lompat jauh. Sikap mendarat pada lompat jauh baik untuk lompat jauh gaya jongkok, gaya menggantung maupun gaya jalan di udara adalah sama, yaitu : pada waktu akan mendarat kedua kaki dibawa ke depan  lurus dengan cara mengangkat paha ke atas, badan dibungkukkan ke depan, kedua tangan ke depan, kemudian mendarat dengan kedua tumit terlebih dahulu dan mengeper, dengan kedua lutut ditekuk, berat badan dibawa kedepan supaya tidak jatuh dibelakang, kepala ditundukkan, kedua tangan ke depan (Aip Syarifuddin, 1992 : 95). 
Gerakan  mendarat  dapat  disimpulkan sebagai berikut : sebelum kaki menyentuh pasir dengan kedua tumit, kedua kaki dalam keadaan lurus ke depan, maka segara diikuti ayunan kedua lengan ke depan. Gerakan tersebut dimaksudkan supaya secepat mungkin terjadi perpindahan posisi titik berat badan yang semula berada di belakang kedua kaki berpindah ke depan, sehingga terjadi gerakan yang arahnya sesuai dengan arah lompatan dengan demikian tubuh akan terdorong ke depan setelah menginjak  pasir. Untuk lebih jelasnya, gambar dibawah ini menunjukkan serangkaian gerakan lompat jauh gaya jongkok dari take-off sampai sikap mendarat.

D.           Latihan Lompat dan Prinsip-Prinsip Latihan
a.    Pengertian Latihan Lompat
Latihan  adalah  proses  yang  sistematis daripada berlatih atau bekerja secara berulang-ulang dengan kian hari kian  menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya (Harsono, 1982 : 27). Lompat adalah istilah yang digunakan dalam cabang olahraga atletik, yaitu melakukan tolakan dengan satu kaki, Aip Syarifuddin (1992 : 90). Pengertian latihan lompat dari  pendapat tersebut dapat disimpulkan yaitu melakukan gerakan melompat dengan tumpuan satu kaki yang dilakukan secara berulang-ulang dan setiap  hari jumlah beban latihan ditambah. Latihan lompat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah latihan lompat dengan melompati rintangan dan lompat meraih sasaran di atas. 
Latihan  lompat  adalah  metode  yang  terbaik  untuk  meningkatkan  power maksimal pada otot tertentu. Cara yang paling baik untuk mengembangkan power maksimal pada kelompok otot tertentu, ialah dengan merenggangkan (memanjangkan) dahulu otot-otot tersebut secara  eksplosif atau meledak-ledak. Untuk melatih power otot tungkai dimulai dengan gerakan tungkai kearah yang berlawanan (jongkok) yang disebut sebagai fase pre-regang (pre-stretching phase), kemudian melompat dengan kuat keatas. Setelah mendarat, tanpa adanya masa berhenti, kemudian secepatnya melompat lagi sekuat tenaga keatas, sehingga seakan-akan mendarat pada bara api (KONI, 2000: 27)
b.    Prinsip-Prinsip Latihan
1)   Prinsip Latihan Beban Bertambah ( Overload )
Untuk  meningkatkan  prestasi  atlit  prinsip  overload harus digunakan. Apabila atlet sudah merasa ringan pada beban yang diberikan maka beban harus ditambah. Menurut M. Sajoto  (1988 : 42) dengan berprinsip pada overload, maka kelompok-kelompok otot akan bergabung kekuatannya secara efektif dan akan merangsang penyesuaian fisiologis  dalam tubuh yang mendorong meningkatkan kekuatan otot. Prinsip overload ini akan menjamin agar system di dalam tubuh yang menjalankan latihan, mendapat tekanan beban yang besarnya makin meningkat, serta diberikan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Apabila tidak  diberikan secara bertahap, maka komponen kekuatan tidak akan dapat mencapai tahap potensi sesuai fungsi kekuatan secara maksimal. 
2)   Prinsip Peningkatan Beban Terus Menerus
Otot yang menerima beban latihan lebih atau overload kekuatannya akan bertambah dan apabila kekuatan bertambah, maka program latihan berikutnya bila tidak ada penambahan beban, tidak lagi dapat menambah kekuatan. Penambahan beban dalam jumlah repetisi tertentu, otot belum merasakan lelah. Prinsip penambahan beban demikian dinamakan prinsip penambahan beban secara progresif. (M. Sajoto, 1988 : 115).
3)   Prinsip Urutan Pengaturan Suatu Latihan
Latihan berbeban hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga kelompok otot besar mendapat giliran latihan lebih dulu sebelum latihan otot kecil. Hal ini perlu agar kelompok otot kecil tidak mengalami kelelahan terlebih dahuu, sebelum kelompok otot mendapat giliran latihan pengaturan latihan hendaknya diprogramkan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi dua bagian otot dalam tubuh yang sama mendapat dua giliran latihan secara berurutan  (M. Sajoto, 1988 : 115) 
4)   Prinsip Kekhususan Program Latihan
Menurut O’shea dalam bukunya M. Sajoto (1988 : 42) menyatakan bahwa semua program latihan harus berdasarkan “SAID” yaitu Specific Adaptation to Imposed Demands. Prinsip tersebut menyatakan bahwa latihan hendaknya bersifat khusus, sesuai dengan sasaran yang akan dicapai. Bila akan meningkatkan kekuatan, maka program  latihan harus memenuhi syarat untuk tujuan meningkatkan kekuatan.       
Program latihan dengan beban dalam beberapa hal hendaknya bersifat khusus. Namun perlu memperhatikan pula gerak yang dihasilkan, oleh karena itu latihan berbeban hendaknya dikaitkan dengan latihan peningkatan ketrampilan motorik khusus. Dengan  kata lain latihan beban menuju peningkatan kekuatan, hendaknya diprogram yang menuju nomor-nomor cabang olahraga yang bersangkutan. Seperti diketahui bahwa untuk mendapatkan hasil lompatan yang jauh dalam lompat jauh perlu adanya bentuk latihan untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai, latihan tersebut dapat dilakukan baik dengan menggunakan alat atau tanpa alat. Menggunakan alat dalam hal ini adalah latihan lompat dengan rintangan dan latihan lompat meraih sasaran di atas.
Selain  keempat  prinsip  yang  cukup  mendasar  untuk  program  latihan menurut Tohar (2004 : 54) program latihan dapat diatur dan dikontrol dengan cara memvariasikan beban latihan seperti volume, intensitas,  recovery dan frekuensi dalam suatu unit program  latihan harian. Volume menurut Depdikbud (1997 : 31) ialah kuantitas beban latihan yang biasa dinyatakan dengan satuan jarak, jumlah beberapa elemen jenis latihan, total waktu latihan, berat beban yang diangkat, jumlah set  dalam latihan interval dan sirkuit sebagai ukuran rangsangan motorik dalam satu unit latihan. Intensitas menurut Tohar (2004 : 55) adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkat pengeluaran energi, alat dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan. Intensitas latihan plaiometrik dapat ditingkatkan dengan penambahan beban pada hal-hal tertentu dengan peningkatan ketinggian rintangan-rintangan (bilah) untuk depth jump atau dengan memperlebar jarak dalam  longitudinal jump. Recovery dikatakan oleh Tohar (2004 : 55) adalah
waktu yang digunakan untuk pemulihan tenaga kembali antara satu elemen materi latihan dengan elemen berikutnya. Menurut O’Shea yang dikutip oleh M. Sajoto (1988 : 48) mengatakan bila latihan lebih dari satu rangkaian, maka masa istirahat dalam rangkaian adalah antara 1-2 menit. Menurut Bompa yang dikutip oleh M. Sajoto (1988 : 33) mengatakan bahwa tes untuk mengevaluasi hasil latihan kekuatan dapat dilaksanakan setelah antara 4-6 minggu dari suatu masa siklus latihan makro. Frekuensi menurut Tohar (2004 : 55) adalah ulangan gerak beberapa kali atlet harus melakukan gerakan setiap giliran. Frekuensi tinggi berarti ulangan gerak banyak sekali dalam satu giliran. Frekuensi dapat juga diartikan berapa kali latihan per hari atau berapa hari latihan per minggu.
Dalam  penelitian  ini  frekuensi  latihan yang dipakai adalah tiga kali per minggu selama enam minggu. Sehingga tidak terjadi kelelahan yang kronis dengan lama latihan enam minggu tersebut.

E.            Latihan Lompat Dengan Melompati Rintangan dan Latihan Lompat Meraih Sasaran Di Atas
Untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai menurut Gerry A. Carr (1997 : 141) dilatih dengan melompati rintangan dan menyundul bola yang digantung dan dikatakan oleh Aip Syarifuddin (1992 :  10) untuk mendapatkan lompatan yang tinggi dapat diberi rintangan kira-kira 25 cm sampai 30 cm. Anak-anak melompati rintangan tersebut. Dengan jalan demikian anak-anak akan dapat melompat lebih tinggi kedua kaki diangkat dan kedua lutut ditekuk. Disamping itu juga bisa dengan jalan lain, untuk menolong ketinggian lompatan , dapat dibantu dengan menggantungkan sebuah benda. Tinggi benda kira-kira tidak akan terjangkau bila anak itu melompat.
Menurut  Aip  Syarifuddin  (1992/1993  :  62)  bahwa  dalam  membentuk gerakan-gerakan dasar melompat dapat dilakukan dengan latihan diantaranya lompat meraih suatu benda di atas  dan lompat melewati temannya yang merangkak. Gunter Bernhard (1993 :  86) berpendapat bahwa untuk melatih lompat pada lompat jauh dengan melakukan bentuk-bentuk permainan dalam latihan yaitu melakukan loncatan-loncatan dengan menyentuh suatu penentu selama mungkin memegang teguh sikap tubuh bagian atas yang tegak, penentu arah selalu diambil dari tempat pendaratan.
Dari  pendapat  beberapa  ahli  di atas, latihan lompat yang peneliti maksud adalah latihan lompat dengan rintangan yang tingginya semakin meningkat dan latihan lompat meraih serangkaian sasaran atau serangkaian bola yang digantung dimana ketinggian bola gantungnya semakin ditingkatkan.
1)   Latihan Lompat dengan Melompati Rintangan
a.    Pelaksanaan
Sikap  awal  :  berdiri  kira-kira  3 meter disisi depan  rintangan, sikap badan tegak. Gerakkannya : dari sikap awal ancang-ancang (run up) 3 langkah dilanjutkan menolak dengan kaki satu sebagai kaki tumpu (kiri) melompat di atas rintangan mendarat dengan dua kaki kemudian langsung melompat kerintangan kedua dan seterusnya. Gerakan melompat dilakukan terus berkesinambungan antar rintangan dengan tetap memperhatikan ancang-ancang (run up) 3 langkah, jarak tolakan kaki dengan rintangan 1 meter dengan ditandai garis batas tumpuan. Sikap badan saat melompat di atas rintangan, tangan digerakkan ke atas dan paha kaki digerakkan hingga horizontal. Pendaratan : mendarat dengan kedua kaki bersama-sama, posisi kaki renggang selebar bahu dan sedikit jongkok kepala tegak kedua lengan disamping badan.
 Perlengkapan
Perlengkapan yang diperlukan dalam latihan lompat dengan rintangan adalah bilah sebagai rintangan yang tingginya semakin meningkat dari 30 cm, 35 cm, 40 cm, 50 cm dan 55 cm. Adapun jarak antara rintangan 4 meter dan jarak tumpuan dengan rintangan 1 meter.  
2)   Latihan Lompat Meraih Sasaran di Atas
a.    Pelaksanaan
Sikap awal : berdiri tegak di depan sasaran di atas (bola digantung), jarak kira-kir 3 meter. Selanjutnya melakukan ancang-ancang (run up) 3 langkah kemudian melompat kedua lengan naik ke atas meraih bola di gantung dengan bertumpu pada satu kaki (kiri), begitu mendarat ancang-ancang dan melompat lagi untuk meraih bola digantung yang kedua dan seterusnya yang dilakukan sebanyak 5 kali secara berkesinambungan. Sikap setelah menumpu mengayunkan lengan dan kaki yang mengayun ke atas untuk membantu menambah ketinggian. Waktu melakukan tolakan tetap memperhatikan ancang-ancang 3 langkah dan menumpu dengan satu kaki, jarak tumpuan dengan garis vertical bola digantung 1 meter yang ditandai pada garis batas tumpuan setiap bola digantung.
Pendaratan : mendarat dengan kedua kaki bersama-sama posisi badan agak jongkok, lutut agak ditekuk dan tangan disamping badan.
b. Perlengkapan
Perlengkapan  yang  diperlukan  untuk latihan lompat meraih sasaran di atas adalah bola digantung dengan ketinggian  semakin meningkat dari 175 cm, 180 cm, 185 cm, 190 cm, 195 cm dan 200 cm, adapun jarak antar bola digantung 4 meter dan jarak tumpuan melompat dengan garis vertical bola digantung 1 meter.  

F.            Analisis Gerakan Latihan Lompat
1)   Latihan Lompat dengan Rintangan
Secara anatomi gerakan dan otot-otot utama yang terlibat secara langsung dalam latihan lompat dengan rintangan yaitu dari otot tungkai atas sampai otot tungkai bawah. Dengan kekuatan otot tungkai yang dilimiliki akan menambah kecepatan waktu berlari untuk awalan dan tolakan pada waktu menolak, demikian pula waktu pendaratan. Sedangkan ketinggian lompatan yang dihasilkan lebih tinggi, karena siswa terpacu untuk berusaha semaksimal mungkin melompat setinggi-tingginya di atas rintangan sehingga rintangan tidak jatuh.
Hasil lompatan yang diperoleh pada latihan ini lebih jauh karena ada ayunan tangan dan gerakan kaki yang memimpin  keatas dan kemudian lurus kedepan, selanjutnya mendarat. Kecepatan dan gerak lebih cepat, karena tidak ada usaha mempertahankan badan di atas rintangan. Untuk keseimbangan badan saat mendarat lebih seimbang dan terarah.
2)   Latihan Lompat Meraih Sasaran di Atas
Ketinggian  lompatan yang dihasilkan pada latihan lompat meraih sasaran di atas tinggi karena siswa juga terpacu  untuk bisa sampai meraih bola digantung, akan tetapi posisi bola jauh di atas kepala maka ayunan tangan untuk meraih sasaran tidak sampai.
Hasil lompatan yang diperoleh kurang jauh karena siswa terkonsentrasi untuk meraih bola setelah meraih mendarat tidak jauh dari garis vertical bola digantung. Kecepatan  gerak waktu  yang  dibutuhkan saat melayang diudara lebih lama, karena ada usaha mempertahankan sikap tegak saat meraih bola.   

BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Berdasakan  hasil  pembahasan di atas,  maka  dapat menyimpulkan bahwa : 
1.    Ada perbedaan pengaruh antara latihan melompati rintangan dan meraih sasaran di atas terhadap kemampuan  lompat jauh pada siswa SD, SMP dan SMA.
2.    Latihan lompat dengan rintangan lebih baik pengaruhnya dari pada latihan lompat meraih sasaran di atas terhadap kemampuan lompat jauh pada siswa SD, SMP dan SMA.
B.      Saran
Berdasarkan  pada  hasil  akhir  dari penelitian ini maka dapat diberikan saran bagi Guru Penjaskes dan pelatih untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam latihan daya ledak otot tungkai disarankan menggunakan bentuk latihan lompat dengan rintangan, karena sudah diuji bahwa latihan lompat dengan rintangan mempunyai pengaruh lebih baik  dari pada latihan lompat meraih sasaran di atas terhadap kemampuan lompat jauh gaya jongkok.

DAFTAR PUSTAKA

Aip Syarifuddin. 1992. Atletik. Jakarta : Depdikbud.
Aip Syarifuddin dan Muhadi. 1992/1993.  Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta : Depdikbud.

Bernhard, G. 1993. Atletik Prinsip Dasar Latihan  Loncat Tinggi, Jauh, Jangkit dan Loncat Galah.  Terjemahan dari String Trainning voor. Djeugd. Semarang : Dahara Prize.

Carr, Gerry. 2000.  Atletik  (Edisi Terjemahan). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 
Depdikbud. 2004.  Kurikulum 2004 Standar Kompetensi SD dan MI. Jakarta: Dharma Bhakti.

--------------. 1997. Kondisi Fisik Anak-anak Sekolah Dasar. Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas. 2000.  Pedoman dan Modal Pelatihan Kesehatan Olah Raga Bagi PelatihOlahragawan Pelajar. Jakarta.

Engkos, Kosasih. 1985.  Olahraga Tehnik dan Program Latihan. Jakarta. Akademika Pressindo.

Harsono. 1982. Ilmu Coaching. Jakarta: KONI Pusat.

J. Matakupan. 1996. TeoriBermain. Jakarta: Depdikbud

KONI. 2000. Panduan Kepelatihan. Jakarta: KONI.
M. Sajoto. 1988.  Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Semarang : Dahara Prize.

Nurhasan. 2001.  Tes dan Pengukuran dalam Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdiknas.

Makalah Olahraga tentang Sejarah Pencak Silat


1.            Sejarah pencak silat
Pencak Silat adalah seni beladiri yang berakar pada rumpun Melayu. Seni beladiri ini banyak ditemukan di Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara-negara yang berbatasan dengan negara etnis Melayu tersebut.
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid. Karena hal itulah catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. DiMinangkabau, silat diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar, di kaki Gunung Marapi pada abad XI. Kemudian silat dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara.

Kebanyakan sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Seperti asal mula silat aliran Cimande yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang menyaksikan pertarungan antara harimau dan monyet dan ia mencontoh gerakan tarung hewan tersebut. Asal mula ilmu bela diri di Indonesia kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi sukuNias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau JawaBaliKalimantanSulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri. Dalam Bahasa Minangkabau, silat itu sama dengan silek. Sheikh Shamsuddin (2005) berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu. Sehingga, setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan yang dibanggakan. Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang terhebat. Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah Mada.
Perkembangan dan penyebaran silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara. Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual. 
Silat berkembang di Indonesia dan Malaysia (termasuk Brunei dan Singapura) dan memiliki akar sejarah yang sama sebagai cara perlawanan terhadap penjajah asing.  Setelah zaman kemerdekaan, silat berkembang menjadi ilmu bela diri formal. Organisasi silat nasional dibentuk seperti Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Indonesia, Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA) di Malaysia, Persekutuan Silat Singapore (PERSIS) di Singapura, dan Persekutuan Silat Brunei Darussalam (PERSIB) di Brunei. Telah tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di Amerika Serikat dan Eropa. Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang olah raga dalam pertandingan internasional, khususnya dipertandingkan dalam SEA Games.
2.            Perlengkapan Silat
             Gelanggang
             Dapat dilantai/ dipanggung dengan dilapisi matras setebal max. 5cm, permukaan rata dan tidak memantul serta ditutup dengan alas yang tidak licin berukuran 9×9 m.
             Gelanggang terdiri dari bidang gelanggang berbentuk segi empat bujur sangkar dengan ukuran 7×7 m, bidang laga berbentuk lingkaran dalam bidang gelanggang.
             Batas gelanggang dan bidang laga dibuat dengan garis selebar 5cm ke arah luar dan berwarna kontras dengan permukaan gelanggang
             Pada tengah-tengah bidang laga dibuat lingkaran dengan garis tengah 2m, sebagai batas pemisah saat akan dimulai pertandingan
             Sudut pesilat adalah ruang bujur sangkar yang berhadapan dan dibatasi oleh lingkaran bidang laga. Sudut-sudut yang berhadapan lainnya adalah sudut netral.

             Perlengkapan Gelanggang
             Ember, gelas, kain pel, dan keset, diletakkan di sudut merah dan biru
             Jam pertandingan
             Gong atau alat suara lain yang fungsinya sama
             Lampu babak/ tanda lain untuk menentukan babak/ ronde
             Lampu pemenang berwarna merah dan lampu biru/ alat kode lain untuk menentukan pemenang
             Bendera juri, merah dan biru

             Perlengkapan Bertanding
             pakaian pencak silat berwarna hitam-hitam
             pelindung dada
             pelindung kemaluan putra dan putri.

3.            Peraturan Silat
1.            Pembagian kelas :
a.            Menurut umurnya, peserta dibagi 3 golongan : 
             Golongan remaja berumur di atas 14 s/d 17 tahun
             Golongan teruna berumur di atas 17 s/d 21 tahun
             Golongan dewasa berumur di atas 21 s/d 35 tahun

b.            Menurut berat badan, pesilat dibagi dalam kelas-kelas :
             Golongan Remaja :
             Kelas A, 33 – 39 kg
             Kelas B, di atas 36 – 39 kg
             Kelas C, di atas 39 – 42 kg
             Kelas D, di atas 42 – 45 kg
             Kelas E, di atas 45 – 48 kg    
             Kelas F, di atas 48 – 51 kg
             Kelas G, di atas 51 – 54 kg
             Kelas H, di atas 54 – 57 kg    
             Kelas I, di atas 57 – 60 kg

             Golongan Taruna :

             Kelas A, 40 – 45 kg
             Kelas B, di atas 45 – 50 kg
             Kelas C, di atas 50 – 55 kg
             Kelas D, di atas 55 – 60 kg
             Kelas E, di atas 60 – 65 kg
             Kelas F, di atas 65 – 70 kg
             Kelas G, di atas 70 – 75 kg
             Kelas H, di atas 75 – 80 kg
             Dengan seterusnya selisih 5 kg
             Kelas bebas, berat di atas 65 kg

2.            Ketentuan Bertanding
Pesilat saling berhadapan dengan menggunakan kaidah pencak silat dalam hal menolak, menangkis, menghindar, memukul, menendang, menjatuhkan, dan mengunci lawan.
Sasaran perkenaan yang sah:
1.  Dada
2.  Perut
3.  Pinggang kanan & kiri
4.  Punggung
Sedangkan tungkai dan lengan dapat dijadikan sasaran untuk menjatuhkan dan mengunci, tetapi tidak bernilai jika serangan tidak berhasil.

3.            Waktu Bertanding
Pertandingan dilaksanakan dalam 3 babak/ ronde. Setiap babak dilaksanakan dalam waktu 2 menit. Antara babak satu dengan babak yang lain diberi istirahat 1 menit.

4.            Penilaian
a.            Didapat dari pukulan yang masuk sasaran tanpa terhalang tolakan, tangkisan/ hindaran
b.            Didapat dari tendangan yang masuk sasaran tanpa terhalang tolakan, tangkisan/ hindaran
c.            Didapat dari jatuhan yang sah
d.            Didapat dari jatuhan yang didahului oleh hindaran atau tolakan
e.            Didapat dari kuncian yang berhasil dilakukan dalam 5 detik
Nilai 1+1 didapat dari pukulan didahului tolakan
Nilai 1+2 didapat dari tendangan yang didahului tolakan
5.            Pelanggaran
1.    Pelangggaran berat
             Menyerang bagian badan yang tidak sah, yaitu:
             Kepala
             Persendian
             Kemaluan
             Leher
             Belakang kepala
             Usaha mematahkan persendian secara langsung
             Sengaja melempar lawan keluar gelanggang
             Membenturkan kepala/ menyerang dengan kepala
             Menyerang lawan sebelum aba-aba mulai
             Menyerang sesudah aba-aba berhenti dari wasit, yang menyebabkan lawan cidera
             Menggumul, menggigit, mencakar, mencengkeram, menjambak
             Mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan
             Memancing lawan dengan suara yang berlebihan

2.        Pelanggaran ringan
              Keluar dari gelanggang berturut-turut
             Merangkul lawan dalam proses pembelaan
              Tidak menggunakan kaidah bertanding pencak silat
              Memakai barang yang terlarang dan membahayakan permainan
6.            Hukuman

1.            Teguran
Teguran diberikan apabila pesilat melakukan pelanggaran ringan berlaku 1 babak. Nilai -1.
2.            Peringatan
             Peringatan 1, diberikan apabila pesilat melakukan:
             pelanggaran berat
             mendapat teguran yang ke-3 akibat pelanggaran ringan. Nilai -5.

             Peringatan 2, diberikan apabila pesilat dapat peringatan setelah peringatan 1. Nilai -10


Diskualifikasi diberikan apabila pesilat mendapat peringatan setelah peringatan ke-2, yaitu :
a.            Melakukan pelanggaran berat yang didorong oleh unsur-unsur kesengajaan & bertentang-an dengan norma sportifitas
b.            Melakukan pelanggaran tingkat 1 dan lawan cidera tidak dapat melanjutkan pertandingan atas keputusan dokter pertandingan (unfit)
c.            Setelah penimbangan 15 menit sebelum pertandingan, berat badan tidak sesuai dengan kelas yang diikuti.

7.            Menentukan kemenangan
1.              Menang angka
             Adalah apabila jumlah juri yang menentukan menang atas seorang pesilat lebih banyak daripada lawan
             Bila terjadi hasil nilai yang sama, pemenang ditentukan berdasarkan sedikit yang mendapatkan teguran.
             Jika masih sama, ditentukan dengan nilai prestasi teknik lebih banyak.
             Bila masih sama, pertandingan dilanjutkan 1 babak lagi.
             Bila ternyata masih sama, maka diadakan penimbangan berat badan, yang ringan adalah yang menang.
             Jika masih sama, maka undian.
2.             Menang Teknik
             Adalah, lawan tidak dapat melanjutkan pertandingan atas permintaan pesilat
             Karena keputusan dokter pertandingan
             Atas permintaan pelatih
             Atas keputusan wasit
3.             Menang Mutlak
Penentuan menang mutlak adalah bila lawan jatuh karena serangan yang sah dan menjadi tidak sadara setelah hitungan wasit ke-10. Setelah hitungan ke-10 tidak dapat berdiri tegak.

4.             Menang RSC (Referee Stop Contact)
Adalah kiarena pertandingan yang dianggap tidak seimbang oleh wasit.
5.             Menang WO
Karena lawan tidak muncul di gelanggang setelah panggilan ke-3

8.            Tata Cara Bertanding
I.              Setiap pesilat yang akan bertanding ketika memasuki gelanggang diharuskan memberi hormat kepada wasit, ketua pertandingan, serta diwajibkan melakukan salam pembukaan pencak silat menurut adat masing-masing.
II.            Wasit memanggil pesilat untuk memeriksa kesiapan ke-2 pesilat
III.           Setelah semua petugas siap (juri, ketua pertandingan, timer, dokter pertandingan) wasit memanggil ke-2 pesilat untuk memulai pertandingan.
IV.          Pada waktu istirahat babak, pesilat harus kembali ke tempat masing-masing dan membantu pesilat memberikan instruksi jalannya pertandingan, serta memberi koreksi.
V.            Setelah babak akhir selesai, kedua pesilat kembali ke sudut masing-masing untuk menunggu penentuan kemenangan. Wasit memanggil ke-2 pesilat untuk memanggil pemenang. Peme-nang diangkat tangan oleh wasit lalu hormat kepada ketua pertandingan.
VI.          Selesai hormat kepada ketua pertandingan, ke-2 pesilat saling berjabat tangan dan penutup