Tampilkan postingan dengan label Makalah Akutansi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah Akutansi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 14 November 2014

Makalah Perkembangan Akuntansi di Indonesia


 PENDAHULUAN

            Akuntansi Indonesia mengalami pasang surut perkembangan. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan akuntansi di Indonesia. Faktor tersebut antara lain lingkungan politik dan ekonomi serta organisasi profesi.
            Seperti diketahui Indonesia telah mengalami perubahan dalam lingkungan politik dengan ditandai pergantian kepemimpin yang memiliki karakter berbeda. Perbedaan karakter kepemimpinan ini pada akhirnya akan mempengaruhi model ekonomi Negara serta mempengaruhi praktik akuntansi.
            Secara singkat pada makalah ini mencoba membahas perkembangan praktik akuntansi di Indonesia. Pembahasan pertama dimulai dengan mengambarkan sejarah perkembangan akuntansi si Indonesia. Pada bagian berikutnya akan dibahas  perkembangan organisasi profesi akuntansi, dan penyususnan standar akuntansi di Indonesia.

 PEMBAHASAN

1.      SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI INDONEISA
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi ddi Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda menganlkan sistem pembukuan berpasangan (Double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan ole h luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selam era ini (Diga dan Yunus 1997).
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995). Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur (Yunus 1990). Intrernal auditor yagn pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995).
Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915 (Soemarso 1995). Akuntan public yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst (Soemarso 1995). Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan public. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929 (Soemasro 1995).
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indoenesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soemarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih diggunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.
Nasionalisasi atas perusahaan yagn dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).
Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti oembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra Utara 1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964 (Soemarso 1995) telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960     (ADB 2003). Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997).
Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok terebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetetif dan lebh berorentasi pada pasar – dengan dukungan praktik akutansi lebih baik. Kebijakan kelompok tersebut memeperoleh dukungan yang kuta dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional (Rosser 1990). Sebelum perbaikan pasar model dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan – satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/ kredit dari bank domestic dan asing; dan satu lagi yang menunjukkan hasil negative (rugi) untuk tujuan pajak (Kwik 1994).
Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Sekandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yagn dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlah besar (ADB  2003). Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan wajar tanpa pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (Pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” mejadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.
Bewrbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (Work Bank) melaksanakan proyek Pengembangan Akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangakan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat barbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam Undang-undang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/ pelaporan keuangan kedalam Undang-undang Pasar Modal        (Rosser 1999).
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan sampai awal 1998, kebangkrutan konglomerat, collapsenya sistem perbankan, meningnkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akutansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (Tansparancy). Ringkasan perkembangan praktik akuntansi di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1.
Faktor Linfkungan dan Praktik Akuntansi

PERKEMBANGAN POLITIK DAN SOSIAL
PERKEMBANGAN EKONOMI
PERKEMBANGAN AKUNTANSI
ERA KOLONIAL BELANDA (1595-1945) :
·         Belanda menguasai Jawa dan kepulauan lain.
·         Islam menjadi agama mayoritas

Perusahaan Hindia Belanda (VOC) menguasai perdagangan di Indonesia. Keterlibatan dan aktifitas Pribumi di perdagangan dibatasi dengan ketat. Etnis China diberi hak khusus  dibidang perdagangan dan transportasi air

Belanda mengenalkan akuntansi di Indonesia Regulasi akuntansi yang pertama dikeluarkan tahun 1642 oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda. Regulasi terebut mengatur administrasi Kas dan Piutang (Abdil Kadir 1982)
ERA SUKARNO (1945-1966) :
Indonesia memperoleh kemerdekaan. Kepemimpinan presiden Soekarni dekat dengan pemerintah Cina (RRC). Tahun 1965 terjadi usaha kudeta oleh komunis yang berhasil digagalkan dan mendorong peran militer.

Dominasi perdagangan oleh Belanda dan China mendorong munculnya ketidak adilan di masyarakat. Akhirnya, Indonesia memilih pendekatan sosialis dalam pembangunan yang ditandai dengan dominasi peran Negara. Tahun 1958, semua perusahaan milik Belanda dinasionalisasi dan warga Negara Belanda keluar dari Indonesia.

Akademi lulusan Amerika mengisi kekosongan posisi akuntan dan sistem akuntansi dan auditing Amerika dikenalkan di Indonesia. Baik akuntansi model Belanda maupun Amerika digunakan secara bersama. Ikatan Akuntansi Indonesia didirikan tahun 1957 untuk memberi pedoman dan untuk mengkoordinasi aktivitas akuntan.
ERA SUHARTO (1966-1998) :
Suharto menjadi Presiden tahun 1966 dengan pendekatan kebijakan ekonomi dan politik yang konservatif

Dibawah kepemimpinan Suharto, pembangunan ekonomi didasarkan pada pendekatan kapitalis. Investor asing didorong dan tahun 1967 dikeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing yang menghasilkan munculnya perusahaan asing

Tahun 1997-1998 Krisis Keuangan Asia menimpa Indonesia dan banyak perusahaan yang bangkrut.

Terjadi transfer pengetahuan dan keahlian akuntansi secara langsung dari kantor pusat perusahaan asing kepada karyawan Indonesia dan secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas bisnis.

Tahun 1973, IAI mengadopsi seperangkat prinsip akuntansi dan standar auditing serta professional code of conduct. Prinsip-prinsip akuntansi didasarkan pada pedoman akuntansi yang dipublikasikan AICPA tahun 1965.

Standar akuntansi internasional diadopsi tahun 1995
ERA SETELAH SUHARTO (SETELAH 1998) :
Suharto dipaksa mengundurkan diri pada tahun 1998

Indonesia berjuang dari kesulitan ekonomi dan stabilitas sosial.

Regulasi diperketat untuk memperbaiki pengungkapa informasi.


2.      PERKEMBANGAN ORGANISASI PROFESI AKUNTANSI
Sampai dengan tahun 1950an, di Indonesia belum ada profesi akuntansi lulusan universitas lokakl. Hampir semua akuntan memiliki kualifikasi       proffesional yang berasal dari Belanda. Munculnya Undang-Undang No. 34/ 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan merupakan fondasi lahirnya akuntan yang berasal dari universitas lokal. Pada tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan public milik orang Belanda tidak mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan Universitas Indonesia bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan Belanda mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957. professor Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua Umum IAI yang pertama    (Yunus 1990). Tujuan didirikannya IAI ini antara lain mempromosikan status profesi akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan keahlian serta kompetensi akuntan.
Selama tahun 1960an, menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan permintaan jasa akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi akuntansi di Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik yang terjadi pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi akuntansi. Profesi akuntansi mulai berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri 1968        (Soemarso 1995). Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan konvensi akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan oleh adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan bersertifikat menjadi anggota IAI (ADB 2003)
Pada tahun 1973, IAI membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk mendukung terciptanya perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan Pengembangan Ilmu Akuntansi Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk mendukung pengembangan profesi melalui program pelatihan dan kegiatan penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985 dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi (TKPA). Kegitan  TKPA ini didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun 1993. misinya adalah untuk mengembangkan pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar profesi dank ode etik profesi.
Kemajuan selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).
Empat pupluh lima tahun setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang diakui keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi akuntansi menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia. Hal ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit opinions) dari akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan (governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
1)      Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam melaksanakan audit
2)      Direktur bertanggung jawab atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.
Tahun 2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan dibenetuknya UU Akuntan Publik adalah :
a)      Melindungi kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan public.
b)      Memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik.
c)      Mendukung pembangunan ekonomi nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan publik.
 Hal penting dalam RUU AP ini adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik dan kantor akuntan public dapat dituntut dengan sanksi pidana.


3.      PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI DI INDONESIA
Proses penyusunan standar akuntansi yang baik harus memiliki lima tahapan (ADB 2003) :
1)      Design – aspek khusus akuntansi tertentu diidentifikasi dan diteliti dan exposure draft disiapkan
2)      Approval – draft tersebut direview dan jika layak akan disetujui sebagai standar.
3)      Education – penjelasan kepada penyusun dan pemakai laporan keuangan tentang pengaruh dan implementasi standar yang baru
4)      Implementation – ketentuan dalam standar terebut diaplikasikan dalam perusahaan.
5)      Enforcement – pengawasan dan pemberian sanksi bagi yang tidak menerapkan.
Penyusunan standar akuntansi Indonesia pada dasarnya mengacu pada model Amerika dengan sedikit modifikasi. Menurut aturan yang dibuat Dewan Standar Akuntansi Keuangan, proses penyusunan standar akuntansi keuangan melibatkan delapan tahap berikut ini (ADB 2003) :
a.       Issue Identification. Kongres IAI yang bertemu setiap 4 tahun mengeluarkan resolusi tentang program kerja strategi DSAK. DSAK ini memonitor dan mempertimbangkan pengumuman resmi yang dikeluarkan International Accounting Standar Board (IASB) dan badan perumus standar akuntansi lainnya serta mereview masukan yang diberikan secara langsung oleh pihak tertentu.
b.      Preliminary Consideration. DSAK mendiskusikan isu yang ada dan komisi yang diperlukan serta melakukan penelitian terhadap isu yang ada sebelum isu tersebut dimasukkan dalam program kerja DSAK.
c.       Preparation of Accounting Discussion Paper. Untuk setiap topic yang diterima, DSAK membentuk Komite Khusus untuk menyiapkan topic outline dan Accounting Discussion Paper (ADP) yang secara rinci menjelaskan dan menganalisa topik tersebut.
d.      Preparation of Exposure Draft (ED). Atas dasar pertimbangan yang terdapat dalam ADP, DSAK menyiapkan ED awal yang harus konsisten dengan kerangan standar akuntansi internasional. ED awal ini didistribusikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan tanggapan.
e.       Publication of ED. ED dipublikasikan di Media Akuntansi – Majalah IAI dan didistribusikan kepada pihak yang berkepentingan paling lambat 1 bulan sebelum Public hearing.
f.       Public Hearings. Public hearing diselenggarakan untuk memeberi kesempatan pada pihak yang berkepentingan untuk menyampaikan pandangan mereka terhadap ED tersebut. Atas dasar masukan tersebut, DSAK akan berkonsultasi dengan pemerintah, organisasi dan individu lain yang relevan sebelum disyahkan menajadi PSAK.
g.      PSAK Preparation. Jika perlu, DSAK mengubah ED untuk merefleksikan hasil konsultasi yang telah dilakukan.
h.      Approval and Promulgation. DSAK menyetujui PSAK untuk diterbitkan sebagai pedoman resmi praktik akuntansi tertentu. PSAK yang disetujui dipublikasikan melalui Media Akuntansi dan Website IAI.

 
KESIMPULAN

            Perkembangan akuntasi di Indonesia mengalami pasang surut, beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain lingkungan politik dan ekonomi serta organisasi profesi.
            Proses pembentukan standar akuntansi atau sering disebut dengan standar setting process merupakan proses yang cukup pelik oleh karena melibatkan aspek politik, bisnis, sosial budaya. Aspek politik cukup dominan karena tarikan beberapa kepentingan baik pihak pemerintah, swasta maupun profesi akuntan itu sendiri.Hal ini dapat dipahami karena standar akuntansi yang akan diberlakukan akan mengikat semua pihak.
            Dilihat dari aspek bisnis, standar akuntansi akan berkembang seiring dengan perkembangan dunia bisnis. Munculnya transaksi-transaksi bisnis baru yang semakin komplek menuntut adanya standar akuntansi yang mengatur transaksi tersebut. Oleh karena standar akuntansi akan diterapkan pada suatu komunitas tertentu maka aspek sosial budaya juga akan mewarnai penyusunan standar tersebut.

 
DAFTAR PUSTAKA

Abdoelkadir, K.K., 1982, “The Perception of Accountants and Accounting Students on the Accounting Profession in Indonesia”, PhD Dissertation, Texas A&M University

ADB. 2003. “Diagnosa Study of Accounting and Auditing Practice (Private Sector) : Republic of Indonesia.” ADB Report, Asian Development Bank: Manila, 21 Februari

Bachtiar, E., 2001. “The Professionalization of Accounting in Indonesia”, Paper disajikan dalam the Second International Accounting History Conference, Osaka Jepang, Agustus 2001.

Craig, R. and J. Diga. 1998. “Corporate Accounting Disclosure in Asean.” Journal of International Financial Management and Accounting, 9:3, pp. 246-274.

Prof.Dr.Imam Ghozali, M.Com,Akt and Dr.Anis Chariri, M.Com,Akt Teori Akuntasi edisi 3 ”

Makalah Akutansi Managemen Laba


I.          PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah

Informasi keuangan yang berkualitas merupakan informasi penting dalam pengambilan keputusan ekonomi atau investasi. Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Ikatan akutansi Indonesia (1994) dinyatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi. Agar bermanfaat, laporan keuangan perlu memiliki karaktristik sebagai laporan keuangan yang berkualitas.

Meskipun kebermanfaatan informasi keuangan mensyaratkan kualitas, hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata informasi keuangan tidak selalu berkualitas.

1.2       Pengertian kualitas laba

Kualitas laba adalah jumlah yang dapat dikonsumsi dalam satu periode dengan menjaga kemampuan perusahaan pada awal dan akhir periode tetap sama. ( Schipper dan Vincent 2003)

Dalam literatur penelitian akuntansi, terdapat berbagai pengertian kualitas laba dalam perspektif kebermanfaatan dalam pengambilan keputusan (decision usefulness). Schipper dan Vincent (2003) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba, yaitu berdasarkan: sifat runtun-waktu dari laba, karakteristik kualitatif dalam rerangka konseptual, hubungan laba-kas-akrual, dan keputusan implementasi.

 II.        ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan statemen keuangan menggunakan dasar akrual. Dengan menggunakan dasar akrual, transaksi atau peristiwa lain diakui pada saat transaksi atau peristiwa lain tersebut terjadi bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan. Sebagai konsekuensi penggunaan dasar akrual ini, dalam statemen keuangan, laba dalam suatu perioda dapat mengandung unsur kas dan akrual (non kas).

Unsur akrual dapat terjadi berdasarkan kebijakan manajemen (discretionary accruals) atau non-kebijakan manajemen (nondiscretionary accruals). Peningkatan penjualan secara kredit seiring dengan pertumbuhan perusahaan (tanpa perubahan kebijakan) dapat merupakan contoh nondiscretionary accruals, sedangkan perubahan biaya kerugian piutang yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen dalam penentuan biaya kerugian piutang dapat dijadikan contoh discretionary accruals. Dasar akrual ini mempunyai implikasi bahwa laba akuntansi antara lain ditentukanoleh besaran akrual baik yang discretionary maupun nondiscretionary.

Manajemen laba dilakukan dengan tujuan tertentu. Misalnya, manajemen laba yang dilakukan dengan menggunakan akrual yang menaikan laba untuk tujuan mendapatkan harga saham yang relatif tinggi pada waktu penerbitan saham. Hasil penelitian bahwa terdapat manajemen laba dalam statemen keuangan perusahaan sebagai go public dengan menggunakan akrual yang menaikan laba.
 
Manajemen laba dapat juga dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan terkait dengan kepemilikan saham manajemen. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dalam rangka program opsi saham karyawan. Dalam program ini, harga pengambilan opsi biasanya ditentukan pada saat penawaran program. Hal ini mendorong menajemen untuk melakukan manajemen laba sebelum tanggal hibah opsi yaitu penurunkan laba agar supaya mempengaruhi harga saham dan dengan demikian manajemen dapat menerima opsi pada waktu harga saham relatif rendah.

Manajemen laba juga dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yang lain,

1.      Dalam rangka mendapatkan bonus berbasis laba.
2.      Untuk menghindari pelanggaran kontrak utang
3.      Menghindari biaya politis (political cost).
4.      Mengkomunikasikan informasi privat secara efesien.

Manajemen laba mempunyai dampak pada kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang menggunakan kebijakan akuntansi agresif (positive discretionary accruals) mempunyai biaya modal lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang menerapkan kebijakan akuntansi konservatif (negative discretionary accruals).

Manajemen laba dapat sinkron dengan kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan tetapi dapat juga tidak. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai alternatif solusi atas masalah yang timbul akibat manajemen laba yang dapat tidak sesuai dengan kebermanfaatan laba dalam pengambilan keputusan, dan solusi tersebut tidak menimbulkan masalah baru.

Salah satu alternatif adalah pemberlakuan standar akuntansi yang lebih ketat tetapi masih memberi peluang bagi manajemen dalam melakukan pemilihan kebijakan akuntansi dalam batas wajar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk mengkomunikasikan informasi privat yang dapat meningkatkan keinformasian laba, atau untuk tujuan efficient contracting berbasis laba. Standar akuntansi yang lebih ketat dapat meningkatkan kualitas laba, tetapi perlu diperhatikan bahwa standar akuntansi yang lebih atau terlalu ketat dapat meningkatkan manajemen laba total (manajemen laba akuntansi dan manajemen laba real) serta  meningkatkan biaya manajemen laba.

Di samping itu, untuk mencegah manajemen laba yang berlebihan, penerapan good corporate governance (GCG) diperlukan. Struktur corporate governance yang baik dapat mengurangi manajemen laba. Lee et al. (2007) menemukan bahwa manajemen laba berhubungan positif dengan keter¬kaitan organisasional (manajemen laba cenderung terjadi pada perusahaan dengan keterkaitan organisasional tinggi). Manajemen laba tersebut berkurang pada perusahaan dengan keterkaitan organisasional tinggi yang disertai proporsi direksi eksternal yang besar dan kepemilikan ekuitas institusional yang tinggi (struktur corporate governance relatif baik). Penerapan GCG memungkinkan keputusan-keputusan operasional yang relatif baik, misalnya pemilihan auditor sesuai dengan spesialisasi auditor dalam industri yang diaudit. Balsam et al. (2003) menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis industri mempunyai discretionary accruals lebih rendah dan koefisien respon laba lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh auditor non-spesialis. Temuan ini menunjukkan bahwa kompetensi auditor yang tinggi dalam industri yang diaudit dapat mengurangi manajemen laba (meningkatkan kualitas laba) dan menambah manfaat informasi laba.

Perluasan pengungkapan merupakan alternatif untuk mencegah atau mengurangi manajemen laba berlebihan. Sebagai contoh, kewajiban pengungkapan tentang dampak pemilihan kebijakan akuntansi yang menaikkan atau menurunkan laba, misalnya dampak untung penghentian aset, biaya kerugian piutang, atau rugi penghentian asset.
 
III.       KESIMPULAN

  1. Kualitas laba bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi, bisnis, atau investasi.
  2. Kualitas laba dapat mengurangi biaya modal yang merupakan unsure penting dalam pengambilan keputusan investasi.
  3. Kualitas laba dapat meningkatkan return saham dalam hubungannya dengan kenaikan laba.
  4. Manajemen laba dapat dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan terkait dengan kepemilikan saham manajemen.
  5. Manajemen laba dapat sinkron dengan kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan tetapi dapat juga tidak.
  6. Perluasan pengungkapan dapat memudahkan keputusan pemanfaatan informasi di samping laba dalam pengambilan keputusan investasi, misalnya informasi aliran kas pada waktu tingkat manajemen laba semakin tinggi.
 
IV.       REFERENSI

Balsam, S., J. Khrisnan, dan J. S. Yang. 2003. Auditor industry specialization and earnings quality. Auditing  22 (2): 71-97.
Cheng, Q., dan T. D. Warfield. 2005. Equity incentives and earnings management.
Gumanti, T. A. 2001. Earnings management dalam pena¬waran saham perdana di Bursa
Schipper, K., dan L. Vincent. 2003. Earnings quality. Accounting Horizons 17: 97-110.

Makalah Akutansi Hipotesis Pasar Efisien


PENDAHULUAN

Salah satu terobosan penting dalam perkembangan teori keuangan perusahaan adalah dikedepankannya hipotesis pasar efisien ( Efficient Market Hypothesis) oleh Fama di tahun 1970. Sejak dikemukakan tahun 1970, teori pasar efisien seakan-akan menjadi magnet peniliti keuangan untuk terus diuji keabsahannya. Miller (1999), sebagai salah satu penerima hadiah nobel dan beberapa ahli keuangan perusahaan dengan tegas mengatakan bahwa salah satu temuan penting dalam sejarah perkembangan teori keuangan adalah teori pasar efisien dan dari sekian banyak teori keuangan, teori pasar efisien adalah yang paling banyak mendapat perhatian dan diuji secara empiris di hamper semua pasar modal dunia
Dalam satu artikelnya yang berjudul “ The Theory Of Corporite Finance: A Historical Overview  “, Smith (1990), menyatakan bahwa teori pasar efisien merupakan tonggak penting dalam perkembangan teori keuangan dan menyebutnya sebagai alah satu kerangka bangun dasar (fundamental building stock) keuangan. Hal senada juga disampaikan oleh Megginson (1997) serta Shanken dan Smith (1996). Jadi, teori pasar efisien merupakan bagian penting dalam kita membahas teori keuangan perusahaan.
Menyikapi beberapa pendapat tersebut di atas, tidak berlebihan kitanya untuk mencoba mengulas lagi tentang teori pasar efisien. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengungkap teori pasar efisien dengan memberikan tekanan pada bukti empiris yang pernah ditemukan berkaitan dengan pengujian teori tersebut. Penyajian tulisan ini diharapkan menyegarkan kembali ingatan kita tentang pentingnya memahami konsep pasar efisien yang sampai saat ini masih menjadi topic menarik dalam manajemen keuangan.


PEMBAHASAN

1.      Konsep Dasar Pasar Efisien

            Konsep pasar efisien pertama kali dikemukakan dan dipopulerkan oleh Fama (1970). Dalam konteks ini yang dimaksud dengan pasar adalah pasar modal (capital market) dan pasar uang. Suatu pasar dikatakan efisien apabila tidak seorangpun, baik investor individu maupun investor institusi, akan mampu memperoleh return tidak normal (abnormal return), setelah disesuaikan dengan resiko, dengan menggunakan strategi perdagangan yang ada. Artinya, harga-harga yang terbentuk di pasar merupakan cerminan dari informasi yang ada atau “stock prices reflect all available information”. Ekspresi yang lain menyebutkan bahwa dalam pasar yang efisien harga-harga asset atau sekuritas secara cepat dan utuh mencerminkan informasi yang tersedia tentang asset atau sekuritas tersebut.
            Dalam mempelajari konsep pasar efisien, perhatian kita akan diarahkan pada sejauh mana dan seberapa cepat informasi tersebut dapat mempengaruhi pasar yang tercermin dalam perubahan harga sekuritas. Dalam hal ini Haugen (2001) membagi kelompok informasi menjadi tiga, yaitu (1) informasi harga saham masa lalu (information in past stock prices), (2) semua informasi yang ada termasuk informasi public (all public information), dan (3) semua informasi yang ada termasuk informasi orang dalam (all available information including inside or private information). Masing – masing kelompok informasi tersebut mencerminkan sejauh mana tingkat efisiensi suatu pasar.
            Jones (1998) menyebutkan bahwa harga sekarang suatu saham (sekuritas) mencerminkan dua jenis informasi, yaitu informasi yang sudah diketahui meliputi dua macam, yaitu informasi masa lalu (misalnya laba tahun atau kuartal yang lalu) dan informasi saat ini (current information) selain juga kejadian atau peristiwa yang telah diumumkan tetapi masih akan terjadi (misalnya rencana pemisahan saham). Contoh untuk informasi yang masih membutuhkan dugaan adalah jika banyak investor percaya bahwa suku bunga akan segera turun, harga-harga akan mencerminkan kepercayaan ini sebelum penurunan sebenarnya terjadi.

2.      Mengapa Pasar Dapat Diharapkan Efisien

            Membahas pasar efisien, pasti menimbulkan pertanyaan mengapa harus ada konsep pasar efisien dan memungkinkan pasar efisien ada dalam kehidupan nyata. Untuk menjawab pertanyaan tersebur, kondisi-kondisi berikut idealnya harus terpenuhi.
1.      banyak terdapat investor rasional dan berorientasi pada maksimisasikeuntungan yang secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisis, menilai, dan brdagang saham. Investor-investor ini adalah price taker, artinya pelaku itu sendiri tidak akan dapat mempengaruhi harga suatu sekuritas.
2.      tidak diperlukan biaya untuk mendapatkan informasi dan informasi tersedia bebas bagi pelaku pasar pada waktu yang hamper sama (tidak jauh berbeda).
3.      informasi diperoleh dalam bentuk acak, dalam arti setiap pengumuman yang ada di pasar adalah bebas atau tidak terpengaruh dari pengumuman yang lain.
4.      investor bereaksi dengan cepat dan sepenuhnya terhadap informasi baru yang masuk di pasar, yang menyebabkan harga saham segera melakukan penyesuaian.

            Kondisi-kondisi di atas mungkin terkesan kaku atau akan sulit untuk dapat dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari. Harus diakui bahwa akan sulit sekali untk mewujudkan kondisi sebagaimana di atas. Walaupun demikian, perlu dipertimbangkan seberapa dekat kondisi-kondisi tersebut dengan kenyataan yang ada di pasar satu persatu.
      Investor pasti senantiasa memperhatikan pergerakan harga di pasar. Artinya, baik investor individual maupun institusi mengikuti pergerakan pasar tiap saat secara seksama, dan selalu siap untuk melakukan transaksi beli atau jual manakala menurut perhitungan akan didapat hasil yang menguntungkan,. Dengan kata lain, investor yang secara cepat dapat mengetahui potensi adanya nilai tambah akan dapat memperoleh keuntungan dengan menggunakan pilihan strategi yang tepat.
      Walaupun untuk mndapatkan informasi diperlukan pengorbanan, unutk institusi di dunia bisnis, pencarian berbagai jenis informasi sudah merupakan sesuatu yang biasa dan urusan biaya adalah sesuatu yang wajar dan banyak pelaku lain yang memperolehnya secara gratis (walaupun mungkin investor dikenai biaya broker atau jasa lainnya). Informasi yang ada dapat dengan mudah diperoleh dan hamper setiap saat sama seperti halnya informasi yang disampaikan lewat radio, televisi, atau alat komunikasi khusus yang tersedia bagi investor yang rela untuk membayar untuk mendapatkannya. Fleksibilitas dan bervariasinya sumber dan jenis informasi memungkinkan investor untuk mendapatkan informasi secara gratis.
            Informasi diperoleh dalam bentuk acak dan bebas yang setiap saat dapat muncul. Artinya, hampir semua investor tidak dapat memprediksi kapan perusahaan akan mengumumkan perkembangan baru yang penting. Walaupun ada ketergantungan terhadap beberapa informasi sepanjang waktu, tetap saja bahwa pengumuman suatu peristiwa, misalnya corporate actions, adalah independent dan dapat muncul setiap saat, dengan kata lain acak.
      Bila kondisi keempat terpenuhi, jelas bahwa hasil yang dapat diduga adalah investor akan dengan segera melakukan penyesuaian setiap saat ada informasi baru yang masuk ke pasar. Perubahan harga adalah independen dan tidak terpengaruh oleh harga yang lain dan harga bergerak dalam bentuk acak (random walk). Artinya, harga hari ini tidak terpengaruh oleh harga kemarin, karena harga yang terbentuk hari ini terjadi berdasarkan pada informasi baru yang masuk ked an diterima di pasar. Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa jika ke empat kondisi ideal yang disyaratkan terpenuhi, maka terwujudlah suatu pasar efisien.

3.      Bentuk Pasar Efisien

            Menurut Fama (1970) bentuk pasar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yang dikenal sebagai hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis). Ketiga bentuk efisien pasar pasar dimaksud adalah (1) hipotesis pasar efisien bentuk lemah (weak form of the efficient market hypotesis), (2) hipotesis pasar efisien bentuk setengah kuat (semi strong form of the efficient market hypotesis, dan hipotesis pasar efisien bentuk kuat (strong form of the efficient market hypotesis). Masing-masing bentuk pasar efisien tersebut terkait erat dengan sejauh mana penyerapan informasi terjadi di pasar.
            Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Lemah (Weak Form)
         Dalam hipotesis ini harga saham diasumsikan mencerminkan semua informasi yang terkandung dalam sejarah masa lalu tentang harga sekuritas yang bersangkutan. Artinya, harga yang terbentuk atas suatu saham, misalnya merupakan cermin dari pergerakan harga saham yang bersangkutan di masa lalu. Misalkan, ada bentuk musiman atas kinerja harga suatu saham yang menunjukkan bahwa harga saham akan naik menjelang tutup tahun (akhir tahun) dan kemudian turun pada awal tahun. Berdasarkan pada hipotesis pasar efisien bentuk lemah, pasar akan segera mengetahui dan merevisi kebijakan harganya dengan melakukan perubahan terhadap strategi perdagangannya. Mengantisipasi kemungkinan penurunan harga pada awal tahun, pedagang akan menjual saham yang dimilikinya sesegera mungkin untuk menghindari kerugian sebagai akibat dari ”jatuhnya” harga saham perusahaan yang diamati. Upaya yang dilakukan pedagang tersebut akan menyebabkan harga saham perusahaan secara keseluruhan akan turun. Investor yang cerdik tentu akan menjual saham yang dimilikinya pada akhir tahun untuk menghindari kerugian sebagai akibat dari menurunnya harga saham di awal tahun.
         Jika hipotesis pasar bentuk lemah terpenuhi, dan akibatnya harga adalah bebas (independen) dari bentuk harga saham histories, maka dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan harga akan mengikuti kaedah jalan acak (random walk) manakala pengujian hanya dilakukan terhadap perubahan harga secara histories. Jalan acak adalah konsep statistic yang memprediksi bahwa keluaran (output) berikutnya dalam suatu urutan tidak tergantung pada keluaran (output) sebelumnya.
               Karena sekuritas berisiko menawarkan return positif, kita dapat mengharapkan bahwa harga sasham akan senantiasa naik atau mengalami apresiasi sepanjang waktu. Tetapi tren atau kecenderungan kenaikan tersebut tidak selamanya kan begitu, karena perubahan harga mengikuti kaedah acak. Seandainya saat ini sekuritas yang dimilikiharganya adalah Rp. 1.000,- maka setiap periode harganya akan naik sebesar 12% dengan kemungkinan 75% atau turun 10% dengan kemungkinan 25%. Dalam hal ini jelas bahwa tiga per-empat dari keluaran akan menghasilkan return12% sedangkan seperempatnya akan menghasilkan return10%. Selanjutnya dapat dihitung return yang diharapkan (expected return) adalah E(R) = 0,75 (12%) + 0,25 (-10%) = 6,5%.
            Walaupun tingkat pengembalian yang diharapkan di sini adalah 6,5 % nilai yang sebenarnya tetap saja merupakan nilai yang acak (tidak dapat diketahui dengan pasti). Sehingga, dalam hal ini kita dapat mengatakan bahwa harga sekuritas mengikuti kaedah jalan acak. Strategi perdagangan yang menggunakan data pasar histories (umumnya harga saham) dikenal dengan sebutan analis teknikal (Technical Analysis).

3.2    Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Semi-Kuat (Semi Strong Form)
         Menurut hipotesis pasar efisisen bentuk semi kuat, dalam artikel yang lain Farma (1991) menyebutnya sebagai studi peristiwa (event studies),  harga mencerminkan semua informasi public yang relevan. Di samping merupakan cerminan harga saham histories, harga yang tercipta juga terjadi karena informasi yang ada di pasar., termasuk di dalamnya adalah laporan keuangan dan informasi tambahan sebagaimana diwajibkan oleh peraturan akuntansi. Informasi yang tersedia di public juga dapat berupa berupa peraturan keuangan lain seperti pajak bangunan (property) atau suku bunga dan/atau beta saham termasuk rating perusahaan.
               Menurut konsep semi-kuat, investor tidak akan mampu untuk memperoleh abnormal returns dengan menggunakan strategi yang dibangun berdasarkan informasi yang tersedia di public. Dengan kata lain, analisis terhadap laporan keuangan tidak memberikan manfaat apa-apa. Ide dari pandangan ini adalah bahwa sekali informasi tersebut menjadi informasi public (umum), artinya tersebar di pasar, amka semua investor akan bereaksi dengan cepat dan mendorong harga naik untuk mencerminkan semua informasi public yang ada.
         Berlawanan dengan pendukung hipotesis pasar efisien bentu lemah, pada pasar efisien bentuk smei-kuat ada banyak investor yang berfikir bahwa mereka dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan analisis dengan menggunakan data atau informasi akuntansi (dari laporan keuangan) dan dari sumber lain untuk mengidentifikasi saham yang salah harga (mispriced) disebut investor tersebut melaukan analisis fundamental (Fndamental Analysis).

3.3    Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Kuat (Strong Form)
               Pasar efisien bentuk kuat menyatakan bahwa harga yang terjadi mencerminkan semua informasi yang ada, baik informasi public (public information) maupun informasi pribadi (private  information). Jadi, dalam hal ini, bentuk kuat mencakup semua informasi historis yang relevan dan juga informasi yang ada di public yang relevan, disamping juga informasi yang hanya diketahui oleh beberapa pihak saja, misalnya manajemen perusahaan, dewan direksi, dan kreditor.
         Bentuk pasar efisien kuat merupakan bentuk pasar efisien paling ketat. Hal ini terkait dengan pengertiannya bahwa harga pasar mencerminkan semua informasi, baik public maupun nonpublic. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka dalam konteks pasar efisien bentuk kuat tidak ada seorangpun baik individu maupun institusi dapat memperoleh abnormal return, untuk suatu periode tertentu, dengan menggunakan informasi yang tersedia di publik dalam konteks kelebihan informasi, termasuk di dalamnya informasi yang hanya dapat diakses oleh orang-orang tertentu.
               Beberapa bukti empiris mendukung adanya pasar efisien, khususnya di Amerika Serikat, tetapi bukti-bukti yang tidak mendukung juga banyak. Sehingga, efisien tidaknya pasar modal, atau tepatnya masuk dalam kelompok bentuk efisien mana sebuah pasar modal, tergantung dari ada tidaknya bukti tentang abnormal return yang dapat diperoleh oleh investor.
         Dalam perkembangannya, para peneliti sepertinya sepakat untuk menyebut bahwa pengujian terhadap bentuk kuat hipotesis pasar efisien sering dikaitkan dengan keberhasilan dalam penggunaan akses monopolistic terhadap informasi oleh pelaku pasar tertentu. Tentu saja efisiensi bentuk kuat mengungguli baik pasar efisien bentuk lemah maupun bentuk semi kuat dan merupakan bentuk efisiensi paling tinggi dan secara empiris paling sulit untuk diuji.


4.      Pengujian Efisien Pasar


            Menurut Dyckman dan Morse (1986) pengujian efisien dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengujian berbasis informasi non-akuntansi dan pengujian berbasis informasi akuntansi. Pengujian berbasis informasi non-akuntansi didasarkan pada ketiga bentuk pasar efisien menurut Fama (1970) dan beberapa variasi yang masih berkaitan dengan aspek non-akuntansi. Sedangkan pengujian berbasis informasi akuntansi tidak mengikuti bentuk pasar efisien yang ada.
      Ringkasan dari pengujian pasar efisien yang pernah ada atas informasi non-akuntansi dan informasi akuntansi ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut. Sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 1, penelitian yang mecoba utnuk menguji keberadaan pasar efisien sudah banyak dilakukan dengan berbagai macam pendekatan. Namun, demikian, beberapa hal penting perlu mendapat perhatian
Tabel 1.
Ringkasan Pengujian Pasar Efisien Berdasarkan pada Jasa Informasi
No
Jenis Informasi
Dasar Pengujian
1
Informasi Non-Akuntansi










A. Efficiency Based Market Tests
1. Weak Form-Efficiency
1. Serial Correlation Tests
2. Filter Rule Tests
3. Cyclical Tests
   2. Semi-Strong Form Efficiency
1. Stock Splits
2. Block Trades
3. Dividend Announcement
4. Macroeconomic Factors
5. Exchange Market Information and Characteristic
6. Firm Size and Year-End Tax Effects
7. Second-Hand Information
3. Strong Form Efficiency
1. Tests of Mutual Fund Performance
2. Trading By Insiders
3. Using Price Changes and Trading Volume to
   MakeInferences About the Use of Private Information
B. Tests of Price Variances and Overreaction to Information
C. Arbitrage Opportunities
D. Takeovers and Mergers
E. Using Experimental Market to test for Market Efficiency
2
Informasi Akuntansi
A. Test of Returns Following Accounting Announcements
1. Use of the Earning Number
2. Use of Other Information in the Accounting Report
B. Trading Strategies based on P/E Ratios
C. Changes in Accounting Policies
1. Mandatory Accounting Changes for Increased
   Disclosure
2. Mandatory Changes Constraining Accounting Principle
   Choice
3. Discretionary Accounting Changes
(Sumber: Morse dan Dale 1986: 27-67)

            Beberapa hasil penelitian terdahulu yang mencoba menguji efisiensi, baik itu bentuk lemah, semi-kuat, maupun kuat, menunjukkan tidak adanya konsistensi. Levy (1996) menyajikan ringkasan penelitian terdahulu terhadap hipotesis pasar efisien. Table 2 menyajikan beberapa pengujian pasar efisien yang dirangkum oleh Levy (1996). Pada Tabel 2 nampak jelas adanya penelitian yang menemukan bukti dan tidak menemukan bukti adanya pasar efisien bervariasi.

Tabel 2.
Rangkuman Hasil Penelitian Empiris Pengujian Pasar Efisien

Peneliti
Tahun
Sekuritas
Hasil
Komentar
Panel A : Pengujian Efisiensi Bentuk Lemah
Fama dan Blume
1966
SahamUSA
Ada
Menguji strategi perdagangan teknikal dan menemukan tidak ada abnormal profit
Solnik
1973
Saham di b9 negara
Ada
Menggunakan korelasi serial dan menemukan tidak ada strategi investasi yang menguntungkan
Merton
1980
Saham US
Tidak
Perubahan dalam varian kadang-kadang dapat diprediksi dengan data masa lalu.
French
1980
Saham US
Tidak
Menemukan efek akhir pekan (week-end effect)
Keim
1983
Saham US
Tidak
Menemukan efek Januari (January Effect)
Gultekin dan Gultekin
1983
Pasar Internasional
Tidak
Menemukan bentuk musiman (seasonal patterns)
Jeffe dan Westerfield
1980
Pasar Internasional
Tidak
Menemukan bentuk musiman (seasonal patterns)
Lehmann
1990
Saham US
Tidak
Menemukan adanya efek balikan (reseal effect)
Panel A: Pengujian Efisiensi Bentuk Semi Kuat
Roll
1984
Orange juice future
Tidak / Ada
Tidak efisien karena batasan pertukaran (exchange limits), bila tdk ada batasan pasarnya efisien.
Dodd
1981
Saham USA
Ada
Tidak ada abnormal profit setelah adanya pengumuman penggabungan (merger)
Seyhun
1986
Saham USA
Ada
Orang dalam tidak dapat memperoleh laba dari informasi public tentang perdagangan orang dalam.
Fama dan French
1992
Saham USA
Tidak
Investor memperoleh keuntungan dari informasi tentang ukuran perusahaan dan rasio buku terhadap pasar (book-to-market ratio)
Panel A : Pengujian Efisiensi Bentuk Kuat
Jeffe
1974
Insiders
Tidak
Insiders dapat memperoleh keuntungan
Henriiksson
1984
Mutuals funds
Ada
Sebelum dikurangi biaya fee, tetapi setelah biaya-biaya yang lain, mutual funds memperoleh keuntungan sekitar rata-rata.
Seyhun
1986
Inseders
Tidak
Insiders dapat memperoleh keuntungan
Ippolito
1989
Mutual funds
Tidak
Sebelum dikurangi biaya fee, tetapi setelah biaya-biaya yang lain, mutual funds memperoleh keuntungan sedikit di atas rata-rata.
Liu, Smith, dan Syed
1990
Saham US
Tidak
Harga berubah dgn penerbitan (pengungkapan berita) pd kolom “Heard on the Street”  pada Wall Street Journal.







(Sumber: Levy 1996: 426-433
Keterangan
Kesimpulan penelitian “Tidak” berarti bahwa pengujian yang dilakukan tidak menemukan adanya abnormal return, sedangkan kesimpulan “Ada” berarti pengujian yang dilakukan menemukan adanya abnormal return. Hasil pengujian yang disajikan dalam Tabel 2 di atas merupakan sebagian dari yang dilaporkan oleh Levy (1996). Hasil selengkapnya termasuk referensinya dapat dilihat dalam Levy (1996) Chapter 12.
            Jika bentuk kuat teori pasar efisien memang benar-benar ada, orang dalam (insiders) seharusnya tidak mampu untuk memperoleh abnormal returns dengan menggunakan strategi perdagangan yang ada. Bukti yang ditujukan dalam table 2 tersebut sangat jelas dan meyakinkan, bahwa insiders (tetapi bukan manajer reksa dana atau mutual funds) dapat memperoleh abnormal profits, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa bentuk kuat teori pasar efisien tidak terdukung. Tetapi perlu diingatd kembali bahwa adalah tidak diperkenankan atau melanggar hokum untuk melakukan transaksi atau pedagangan dengan menggunakan informasi dalam. Walaupun demikian, jelas kiranya di sini bahwa dalam kasus-kasus tertentu dimana peneliti mampu untuk mendapatkan informasi tentang keterlibatan orang dalam (insiders) atau setidak-tidaknya informasi dari orang dalam dapat diperoleh, maka seseorang masih memiliki kesempatan untuk memperoleh abnormal returns.


5.   Abnormal Pasar (Market Anomalies)
            Dalam membahas pengujian pasar efisien, maka harus juga membahas tentang adanya ketidak-teraturan (anomali) yang ada yg terkait dengan hipotesis pasar efisien. Anomali di sini adalah salah satu bentuk dari fenomena yang ada di pasar. Pada anomaly ditemukan hal-hal yang seharusnya tidak ada bilamana dianggap bahwa pasar efisien benar-benar ada. Artinya, suatu peristiwa dapat dimanfaatkan untuk memperoleh abnormal return. Dengan kata lain seorang investor dimungkinkan untuk memperoleh abnormal return dengan mengandalkan suatu peristiwa tertentu. Anomali yang ada, tidak hanya ditemukan pada satu jenis bentuk pasar efisien saja, tetapi ditemukan pada bentuk pasar efisien yang lain. Artinya, bukti empiris adanya anomaly di pasar modal muncul pada semua bentuk efisien semi kuat (semi strong). Pengujian berbasis ada tidaknya anomali menggunakan model pendekatan uji ke belakang (back tasted method). Pada model pendekatan ini peneliti melakukan pengujian untuk menjawab pertanyaan bagaimana harga histories (hystorical price data) bergerak (berubah) sebagai konsekuensi dari adanya kejadian atau pengamatan. Untuk kuatnya suatu pernyataan atau bukti akan adanya anomali pasar, perlu adanya dukungan yang tidak sedikit. Artinya, beberapa penelitian harus memiliki kesimpulan yang tidak jauh berbeda satu sama lain.
            Dalam teori keuangan, dikenal sedikitnya empat macam anomaly pasar. Keempat anomali tersebut adalah anomaly perusahaan (firm anomalies), anomaly musiman (seasonal anomalis), anomaly peristiwa atau kejadian (event anomalies), dan anomaly akuntansi (accounting anomalies). Table 3 menyajikan rangkuman lengkap tentang berbagai macam anomali yang telah ditemukan di pasar sekuritas (saham)

Tabel 3.
Ringkasan Anomali Pasar
No
Kelompok
Jenis Khusus
Keterangan
1
Anomali Peristiwa
1.  Analysts’ Recomendataion
Semakin banyak analisis merekomendasikan untuk membeli suatu saham, semakin tinggi peluang harga akan turun
2.  Insiders Trading

Semakin banyak saham yang dibeli oleh insiders, semakin tinggi kemunkinan harga akan naik
3. Listing
Harga sekuritas cenderung naik setelah perusahaan mengumumkan akan melakukan pencatatan saham di Bursa.
4. Value Line Rating Changes
Harga sekuritas akan tersu naik setelah Value Line menempatkan rating perusahaan pd urutan tinggi.
2
Anomali Musiman
1. January
Harga sekuritas cenderung naik di bulan  Januari, khususnya di hari-hari pertama.
2. Wekend
Harga sekuritas cenderung naik hari Jum’at dan turun hari Senin
3.Time of Day
Harga sekuritas cenderung naik di 45 menit pertama dan 15 menit terakhir perdagangan
4. End of Month
Harga sekuritas cenderung naik di hari-hari akhir tiap bulan.
5. Seasonal
Saham perusahaan dgn penjualan musiman tinggi cenderung naik selama musim ramai.
6. Hoolidays
Ditemukan return positif pada hari terakhir sebelum liburan
3
Anomali Perusahaan
1. Size
Return pd perusahaan kecil cenderung lebih besar walaupun sudah disesuaikan dgn risiko.
2. Closed-end Mutual funds
Return pd close-end funds yang dijual dgn potongan cenderung lebih tinggi.
3. Neglet
Perusahaan yg tidak diikuti oleh banyak analis cenderung menghasilkan return lebih tinggi.
4. Institutional Holdings
Perusahaan yg dimiliki oleh sedikit institusi cenderung memiliki return lebih tinggi.
4
Anomali Akuntansi
1. P/E
Saham dgn P/E ratio rendah cenderung memiliki return lebih tinggi
2. Earning Surprise
Saham dgn capaian earnings lebih tinggi dari yg diperkirakan cenderung mengalami pemingkatan harga.
3. Price/Sales
Jika rasionya rendah cenderung berkinerja lebih baik.
4. Price/Book
Jika rasionya rendah cenderung berkinerja lebih baik.
5. Dividend Yield
Jika yield-nya tinggi cenderung berkinerja lebih baik.
6. Earnings Momentum
Saham perusahaan yg tingkat pertumbuhan earnings-nya meningkat cenderung berkinerja lebih baik.
(Sunber: Levy 1996:436).


KESIMPULAN

            Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan dua hal penting. Pertama, pertanyaan yang muncul berkenaan dgn teori pasar efisien adalah apakah pasar benar-benar telah efisien. Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa bermacam-macam dan mungkin belum ada kesimpulan yang pasti. Sejauh ini keberadaan pasar efisien di pasar modal masih menjadi perdebatan. Beberapa pendapat yg dapat diperhatikan adalah (levy 1996:438):
1.      secara umum bukti empiris yang memberikan dukungan terhadap dipotesis pasar efisien cukup kuat. Dukungan ini disampaikan oleh Malkiel(1989).
2.      Studi peristiwa (event studies) adalah bkti yang paling baik yang dimiliki dalam hal efisiensi, dengan beberapa pengecualian, bukti yg ada cukup mendukung. Dukungan ini disampaikan oleh Fama (1991).
3.      Pasar efisien memang ada, karena para praktisi tidak memperhitungkan alas an-alasan mendasar sebagai patokan untuk mengambil keputusan beli-jual sekuritas. Dukungan ini disampaikan oleh Le Baron (1983).
            Kedua, adanya anomaly di pasar yang dalam banyak hal membuktikan penentangan atas hipotesis pasar efisiensi kemungkinan merupakan nukti dan sekaligus tantangan bahwa hipotesis pasar efisien harus terus diuji. Ditemukannya anomali di pasar tidak serta merta menggugurkan hipotesis pasar efisien, karena anomaly yang ada sepertinya hanya terkait dengan bentuk pasar efisien semi kuat. Artinya, suatu informasi yang baru masuk ke pasar (menjadi public) dapat mempengaruhi harga sekuritas.
            Berkaitan dengan kesimpulan tersebut, ada dua hal yang mungkin menarik untuk dijadikan bahan pemikiran. Pertama, mengingat belum konsistennya bukti yang mendukung atau menolak hipotesis pasar efisien, maka dapat dilakukan penelitian lanjutan sehingga dapat diperoleh konfirmasi lebih mendalam. Kedua, beberapa penelitian sudah pernah dilakukan untuk menguji tingkat efisiensi pasar modal Indonesia dimana hasil yang diperoleh masih menunjukkan adanya kata sepakat. Adalah peluang bagi peneliti keuangan dan akuntansi untuk mencoba mengupas lebih lanjut tentang pasar modal Indonesia. Pengujian tentang anomali pasar tetap menjadi acuan yang menarik bagi peneliti keuangan dan akuntansi untuk melihat sejauh mana kecepatan perubahan harga (speed of adjustment) atas masuknya informasi baru ke pasar.



DAFTAR PUSTAKA

Beaver, William, H. (1986), Financial Reporting: An Accounting Revolution. 2nd Edition, Prentice Hall, New Jersey.

Dycman, Thomas, R. dan , Dale Morse (1986), Efficient Capital Markets and Accounting: A Critical Analysis, Prentice Hall, New Jersey.

Fabbozi, Frank E. dan Franco Modligiani (1996), Capital Markets, Institutions, and Instruments, 2nd Edition, Prentice Hall, New Jersey.

Fama, Eugene F. (May 1970), “Efficient market: A review of theory and empirical work”, Journal of Finance, 25 (2): 383-417.

Levy, Haim S.(1996), Intruduction to Investment. South Western Publishing.